JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai, kontrak politik bisa dijadikan tolak ukur integritas seorang pemimpin.
Menurut dia, wajar jika calon kepala daerah membuat kontrak politik dengan warga di daerah yang akan dipimpinnya.
Kontrak politik itu bisa memuat janji calon kepala daerah untuk memenuhi keinginan masyarakat.
"Saya kira itu ukuran integritas seseorang menepati janjinya atau tidak. Kontrak politik wajar-wajar saja," kata Fadli, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Fadli menambahkan, yang menjadi masalah adalah jika kontrak politik tak dipenuhi sehingga bisa dianggap kebohongan.
"Kontrak politik enggak ada masalah. Tinggal masalahnya dipenuhi enggak janjinya itu. Jangan kontrak politik enggak menggusur, tapi kemudian menggusur. Kalau itu mestinya bisa digugat sebagai kebohongan," tuturnya.
Pada Pilkada DKI Jakarta, bakal calon yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anies Baswedan menyatakan, kontrak politik berarti bersedia membawa aspirasi masyarakat.
Anies sebelumnya pernah membuat kontrak politik dengan warga Tanah Merah, Jakarta Utara beberapa waktu lalu.
Bagi dia, kontrak politik merupakan pernyataan siap memperjuangkan aspirasi warga. Hal itu dianggapnya lebih baik daripada hanya dalam bentuk janji-janji.
Namun, bakal calon gubernur DKI Jakarta lainnya, Agus Harimutri Yudhoyono punya pendapat lain.
Agus menegaskan tak mau terjebak dalam kontrak politik dengan warga tertentu.
Baginya, kontrak politik harus dilakukan dengan semua warga Jakarta, atau bukan dengan sebagian warga.
Selain itu, Agus menilai, kontrak politik sedianya baru dilakukan pelantikan sebagai gubernur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.