JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Masyarakat Indonesia Anti-Pemantauan (MIAP), Parulian Simanjuntak mengatakan, keuntungan yang didapat pelaku kejahatan dari investasi obat palsu sangat besar.
Parlumian membandingkan keuntungan itu dengan investasi di bisnis narkotika.
Hal itu diungkapkannya dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat.
"Dalam sebuah studi dikatakan setiap 1 dollar (AS) investasi obat palsu menghasilkan profit 70 persen. Sedangkan 1 dollar (AS) investasi di bisnis narkotika 30-40 persen," kata Parulian di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (26/9/2016).
Parulian menuturkan, jika dibandingkan dengan hukuman yang diterima, pelaku bisnis narkoba mendapat hukuman yang jauh lebih berat.
Dalam konteks Indonesia, pelaku bisnis obat palsu mendapat hukuman sekitar dua tahun.
"Hal ini yang menyebabkan mengapa bisnis obat palsu marak di sepuluh tahun belakangan ini," kata Parulian.
Menurut Parulian, pemalsuan obat bukan hanya kasus yang terjadi di Indonesia. Pemalsuan obat telah menjadi fenomena internasional dengan sindikat internasional.
Mengutip World Health Organization (WHO), Parulian menyebutkan peredaran obat palsu di negara maju sepeti Eropa, Amerika, dan Jepang mencapai 1 persen dari total pasar.
Hal itu disebabkan oleh peredaran obat di internet. Menurut Parulian, kondisi itu kini merebak di Indonesia dikarenakan tidak adanya aturan tekait distribusi obat melalui Internet belum sempat diatur.
"Makin lemah pengawasan BP POM di masing-masing negara, makin tinggi peredaran obat palsu di negara itu. Peredaran obat palsu di negara berkembang seperti di Indonesia bisa sampai 10 persen-20 persen dari obat yang beredar," ujar Parulian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.