JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Security and Strategic (ISESS) Khairul Fahmi mempertanyakan pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal adanya mata-mata Abu Sayyaf di Indonesia.
Menurut dia, pernyataan Panglima TNI harus diperkuat fakta pendukung.
"Apa fakta pendukungnya? Atau apa perlunya informasi itu dibuka kepada publik?" ujar Khairul melalui pesan singkat, Senin (26/9/2016).
Ia menilai, pernyataan itu juga tidak ditindaklanjuti oleh sebuah tindakan seperti pengejaran atau minimal penelusuran.
Pada akhirnya, menurut Khairul, pernyataan itu menyisakan keresahan di publik. Bahkan, ada kesan bahwa Panglima hanya mencari kambing hitam atas kegagalan memberikan rasa aman di wilayah perairan Indonesia.
Oleh sebab itu, Khairul mendesak agar Panglima TNI membuktikan pernyataannya itu.
"Tunjuk hidung. Karena tentu saja kalau itu benar, tidak boleh dibiarkan dan hanya mengeluh ke kiri ke kanan," ujar Khairul.
Di sisi lain, ia meyakini Abu Sayyaf bukan kelompok yang mempunyai kemampuan menempatkan mata-mata atau menggalang aset di Indonesia untuk menyuplai informasi.
"Bahkan, tampaknya kemungkinan adanya oknum yang menjual informasi untuk sekadar cari untung justru lebih besar daripada ada mata-mata yang memang bekerja untuk Abu Sayyaf," ujar dia.
Jika memang hal seperti itu terjadi, Khairul mengatakan, teroris sesungguhnya adalah oknum tersebut.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa kelompok Abu Sayyaf kemungkinan memiliki mata-mata di Indonesia. Hal itu diungkapkannya karena mereka selalu mengetahui aktivitas kapal asal Indonesia di Perairan Sulu.
"Ya logika berpikirnya saja, bagaimana dia (Abu Sayyaf) bisa tahu. Berarti kan ada yang informasi, kan itu saja," ujar Gatot.