Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Terjal Penuntasan Peristiwa 1965

Kompas.com - 16/09/2016, 07:51 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak Simposium Nasional "Membedah Tragedi 1965" digelar pada 18-19 April 2016, pemerintah hingga saat ini belum memberikan sinyal positif terkait penuntasan kasus peristiwa 1965.

Simposium Nasional yang diprakarsai oleh Dewan Pertimbangan Presiden, Komnas HAM, Forum Solidaritas Anak Bangsa (FSAB), serta didukung Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, dimaksudkan sebagai dialog awal antara pemerintah dan korban untuk merumuskan pokok pikiran menuju rekonsiliasi nasional.

Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto berjanji akan menyelesaikan kasus pelanggaran berat hak asasi manusia masa lalu, khususnya peristiwa 1965.

Wiranto pun keberatan jika dirinya disebut-sebut mengabaikan persoalan tersebut.

"Saya akan menyelesaikannya, saya jamin. Pemerintah akan terus bekerja untuk menyelesaikan masalah itu," ujar Wiranto saat ditemui usai rapat di Badan Anggaran DPR RI, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2016).

Namun, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung justru mengaku menerima surat penolakan permohonan audiensi dari para korban dan Menko Polhukam pada Selasa (13/9/2016).

"Secara kebetulan Selasa kemarin saya baru menerima surat dari Kemenko Polhukam. Isi surat itu justru kontradiktif dengan pernyataan Wiranto. Intinya surat itu menolak permohonan audiensi yang kami ajukan," ujar Bejo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/9/2016).

Bejo menuturkan, pada 8 Agustus 2016 YPKP 1965 mengirimkan surat permohonan audiensi ke Kemenko Polhukam.

Melalui surat tersebut, YPKP bermaksud untuk mempertanyakan seperti apa bentuk penyelesian kasus pelanggaran HAM 1965 yang akan diambil oleh Pemerintah.

Sebab, kata Bejo, sampai saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah terkait hasil rekomendasi Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 dari Perspektif Sejarah yang diadakan pada bulan April lalu oleh Wantimpres, Kemenko Polhukam, Lemhanas dan Komnas HAM.

Namun permohonan audiensi tersebut ditolak dengan alasan permasalahan yang disampaikan sudah pernah dibahas oleh Menko Polhukam dan belum ada tanda dari pemerintah akan menyelesaikan kasus tersebut.

"Ada kalimat itu dalam surat yang saya terima," ungkap Bejo.

Dalam surat tersebut, lanjutnya, juga disampaikan bahwa pada 8 Agustus 2016, Menko Polhukam telah menyerahkan hasil rekomendasi penyelesaian kasus 1965 kepada Presiden Joko Widodo.

(Baca: Permohonan Audiensi Korban 1965 Ditolak, Wiranto Dinilai Kontradiktif)

Dengan adanya fakta tersebut, Bejo menilai pemerintah belum mengambil keputusan mengenai bentuk penyelesaian atas dugaan pelanggaran HAM pada kasus 1965.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com