JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH UI, Adery Ardhan Saputro mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi harus membuat indikator dalam penghitungan biaya sosial bagi koruptor.
"Indikatornya apa saja dalam menghitung biaya sosial. KPK mesti memperjelas itu," kata Adery saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/9/2016).
Adery mempertanyakan bagaimana KPK akan menghitung dampak imateril dari hasil korupsi. Sejauh mana hubungan kasus korupsi di masyarakat yang dapat menjadi perhitungan biaya sosial.
"Bagaimana cara itung kerugian imateril ini. Susah. BPK bisa tidak? Kalau bisa kausalitas ujungnya sampai mana? Kepastian hukumnya jadi agak bermasalah," ucap Adery.
(baca: Pemiskinan Koruptor Dinilai Lebih Efektif Ketimbang Membebankan Biaya Sosial)
Meski demikian, Adery mengapresiasi niat baik KPK yang memandang korupsi tidak hanya menimbulkan kerugian uang. Namun, juga terdapat efek berganda dari hasil kejahatan luar biasa itu.
KPK mendorong agar koruptor juga dikenai beban membayar biaya sosial. KPK pernah mengkaji penerapan upaya ”luar biasa” untuk menghukum koruptor dengan tidak hanya menghitung kerugian berwujud, begitu juga yang tak berwujud.
(baca: Bebani Koruptor dengan Biaya Sosial)
Selain menumbuhkan efek jera dan gentar, gagasan penerapan hukuman biaya sosial korupsi ini juga diharapkan dapat memulihkan kerugian keuangan negara ataupun perekonomian akibat korupsi.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mencontohkan, kerugian akibat jembatan yang roboh karena pembangunannya dikorupsi tidak hanya semata nilai uang yang dikorupsi, tetapi juga mencakup nilai pembangunan jembatan baru, termasuk kerugian ekonomi masyarakat karena jembatan itu tidak berfungsi.
Perhitungan biaya sosial korupsi yang dikaji KPK terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit.
(baca: ICW: Biaya Sosial Harus Masuk Pidana Pokok di Satu UU)
Biaya eksplisit adalah biaya yang dikeluarkan negara untuk mencegah dan menangani tindak pidana korupsi.
Biaya itu antara lain meliputi biaya penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, hingga pemasyarakatan. Adapun biaya implisit adalah biaya dari dampak yang timbul karena korupsi.
Dengan penghitungan biaya sosial korupsi, terdakwa korupsi dapat dituntut lebih tinggi daripada perhitungan kerugian negara yang selama ini dilakukan.
Dalam kajian KPK, peningkatan itu besarnya 4 kali hingga 543 kali lipat dibandingkan hukuman finansial yang diberikan pengadilan kepada para terpidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.