JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Agung Artidjo Alkostar dikenal "galak" dalam memberikan hukuman kepada terdakwa kasus korupsi yang mengajukan kasasi.
Dia kerap menambah hukuman bagi mereka yang justru berharap hukumannya dikurangi, bahkan dibebaskan.
Artidjo mempunyai alasan dia sering memutuskan untuk memperberat hukuman koruptor.
Menurut dia, penegakan kebenaran dan keadilan sesuai fakta yang obyektif dan meluruskan penerapan pasal-pasal yang relevan sesuai kasus menjadi alasan hukuman terhadap koruptor yang mengajukan kasasi justru dinaikkan.
(Baca: Artidjo Alkostar: Keadilan Itu di Dalam Hati)
Penambahan lama maupun jumlah hukuman kepada koruptor, kata Artidjo, dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Artidjo kemudian menjelaskan perbedaan substansial dalam isi Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) meskipun sekilas hampir sama.
Dua pasal itu bisa membuat perbedaan hukuman terhadap terdakwa.
"Pasal 3 itu kualifikasinya, unsurnya, setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, menguntungkan diri sendiri, merugikan keuangan negara," kata Artidjo dalam program acara Satu Meja bertajuk "Palu Godam Hakim Artidjo" yang disiarkan Kompas TV, Senin (12/9/2016) malam.
"Pasal 2, itu adalah melawan hukum, memperkaya diri sendiri, merugikan keuangan negara," tambah dia.
Hakim Agung di kamar pidana MA, kata Artidjo, sepakat bahwa korupsi di atas Rp 100 juta terbilang signifikan dan masuk kategori memperkaya diri sendiri.
Maka dari itu, penambahan hukuman bagi koruptor yang mengajukan kasasi memiliki alasan kuat.
Ia juga mengatakan, di sisi lain, sebagian hakim pengadilan di bawah MA, salah satunya Pengadilan Tipikor, kurang tepat menjerat pelaku.
Biasanya pelaku yang korupsinya terbilang besar atau signifikan justru dijerat dengan Pasal 3 UU Tipikor.
(Baca: Upaya Koruptor demi Hindari Palu Artidjo)
"Yang (pengadilan) di bawah (MA) itu biasanya lebih banyak (menjerat pelaku dengan) Pasal 3," kata dia.
"Jadi, misalnya begini, korupsi Rp 500 juta itu dikatakan dia menguntungkan (oleh Pengadilan Tipikor). Padahal, itu di Mahkamah Agung, di kamar pidana, itu sudah dikategorikan memperkaya, baik dilakukan orang lain maupun korporasi," tutur Artidjo.
Maka dari itu, MA mencoba meluruskan kembali pasal yang seharusnya dikenakan kepada koruptor. "Di MA kalau sudah masuk di Pasal 2 (UU Tipikor), itu pasti minimum (vonis) adalah empat tahun," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.