JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Intelijen Negara (BIN) diharapkan mampu melakukan perubahan kultur untuk menghadapi tantangan global yang menerpa Indonesia.
Peneliti PARA Syndicate, Fahri Huseinsyah menjelaskan, BIN saat ini belum adaptif menghadapi tantangan global, seperti masalah ekonomi, separatisme, instabilitas kawasan, terorisme, narkoba, serta perang digital.
Ini disebabkan kurangnya pendekatan sipil dalam operasi BIN di berbagai wilayah Indonesia.
BIN selama ini kerap menggunakan pendekatan militer sehingga sulit mendapat informasi secara cepat dan akurat dari masyarakat.
"BIN belum optimal dan belum adaptif terhadap tantangan. Ini karena masih menggunakan pendekatan militer," ukar Fahri ketika diskusi 'Pergantian Kepala BIN: Reformasi Intelijen dan Kontestasi Sipil-Militer' di Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Fahri mencontohkan, beberapa kasus konflik horizontal karena isu rasial dan agama, seperti di Tolikara, Papua dan Tanjungbalai, Sumatera Utara disebabkan kurangnya pendekatan sipil dari BIN untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Kita banyak kecolongan kebakaran rumah ibadah. Ini kan jadi preseden di mana peran aparat negara. BIN seharusnya hadir di tengah masyarakat itu," lanjut Fahri.
Menurut Fahri, dilantiknya Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala BIN, diharapkan pendekatan sipil dalam menangani permasalahan bisa lebih optimal.
(Baca: Budi Gunawan Resmi Jadi Kepala BIN)
Bagi Fahri, diusungnya Budi yang berlatarbelakang polisi mampu menegaskan komitmen Presiden RI Joko Widodo untuk mereformasi pendekatan sipil dalam BIN.
"Ini mengafirmasi pesan presiden bahwa pendekatan militeristik sudah tidak bisa lagi menghadapi tantangan global. Presiden kan menekankan reposisi dan reformasi BIN yang harus melakukan pendekatan sipil," tandas Fahri.