JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR Muhammad Iqbal menyesalkan beredarnya obat palsu di masyarakat. Ia menilai pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tidak belajar dari peredaran vaksin palsu yang sebelumnya telah terjadi.
"Pemerintah seharusnya berkaca dari kasus peredaran vaksin palsu dengan meningkatkan pengawasan yang lebih intensif agar kasus-kasus seperti obat palsu, vaksin palsu atau pun penggunaaan zat berbahaya di makanan tidak terjadi lagi di masa datang," kata Iqbal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Dalam menyikapi persoalan obat palsu dan vaksin palsu yang meresahkan masyarakat belakangan ini, lanjut Iqbal, Komisi IX DPR telah membentuk panja vaksin dan obat palsu.
(Baca: 42 Juta Butir Obat Palsu, Pemicu Halusinasi yang Akrab dengan Pelaku Kriminal)
Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini mengatakan, panja akan mencari tahu akar permasalahan mengapa masalah obat palsu ini berulang kali terjadi.
"Apakah pengawasannya dari Badan POM lemah atau kewenangan badan POM yang masih terbatas, jadi nanti hasil panja menjadi rujukan," ucap Iqbal.
Bareskrim Polri bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan sebelumnya menggerebek lima gudang produksi obat palsu di Balaraja, Banten.
Wakil Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar mengatakan, di gudang tersebut ditemukan berbagai mesin untuk memproduksi obat.
(Baca: Begini Cara Bedakan Obat Kedaluwarsa yang Diganti Tanggalnya)
"Bermula dari temuan kecil, informasi kecil, dikembangkan sehingga kami dapat langsung 42 juta butir," ujar Antam dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Tak hanya memproduksi, pabrik tersebut juga mengedarkan obat-obatan secara ilegal. Peredarannya mayoritas di Kalimantan Selatan.