Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lestarikan Hutan atau Korupsi?

Kompas.com - 07/09/2016, 14:44 WIB

Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam diduga tergelincir korupsi perizinan tambang. Status tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi kini disandangnya.

Kasus hukum yang baru terbongkar ini semestinya kembali mengingatkan kita pada dua pilihan: melestarikan hutan atau justru melestarikan korupsi?

Jauh sebelum kasus itu mencuat, Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni 2015, begitu tegas mengatakan, "Tindak tegas para pelaku illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing!"

Tahun itu, wajah warga di sejumlah daerah berjelaga digambarkan secara apik di media massa.

Ada seorang ayah mengendarai sepeda motor berboncengan dengan istri dan kedua anaknya. Keempatnya mengenakan masker penutup mulut.

Saluran napas terlindung, tetapi tidak demikian mata mereka karena kabut asap tak terhindari mampu menerobos masuk kedua mata mereka.

Lagi-lagi, perizinan di sektor kehutanan disepakati sebagai biang keladi dalam seminar Hutan Lestari Tanpa Korupsi, di Jakarta, Kamis (25/8).

Tahun demi tahun, pemerintahan pun berganti, "ritual" kabut asap, seperti terjadi saat ini di Sumatera, seakan terus berulang.

Bukan lagi sekadar warga, aparat Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Manggala Agni, Badan SAR Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, pemadam kebakaran, sampai Taruna Siaga Bencana (Tagana), turut memadamkan kebakaran lahan gambut tersebut.

Seorang prajurit TNI yang terpisah dari regunya kemudian terjebak kebakaran dan asap tebal ditemukan meninggal beberapa hari kemudian.

Dihukum ringan

Meskipun KPK serius melakukan penindakan praktik korupsi sektor kehutanan, jika dilihat sebaran hukuman, masih kurang memuaskan.

Mayoritas pelaku yang dihukum ringan sebanyak 21 orang. Hukuman kategori sedang sejumlah 11 orang.

Hukuman berat baru untuk dua koruptor, yaitu Teuku Azmun Ja'far (mantan Bupati Pelalawan, Riau) yang divonis 11 tahun penjara dan Rusli Zainal (mantan Gubernur Riau) yang dihukum 14 tahun penjara.

"Kalau dilihat dari keseluruhan perkara, saya mencatat kerugian negara dan suap yang ditimbulkan di sektor kehutanan sangat besar. Jumlah kerugian negara yang ditangani KPK Rp 2,2 triliun dengan nilai suap 17.000 dollar Singapura dan Rp 8,657 miliar," kata peneliti Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho.

Berdasarkan kajian KPK, munculnya ketidakjelasan status hukum kawasan hutan mengakibatkan tumpang tindih kawasan dan potensi korupsi dalam proses perizinan.

Tahun 2014 ditemukan sekitar 1,3 juta hektar izin tambang berada di kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta hektar berada dalam kawasan hutan lindung.

Akibatnya, negara kehilangan potensi penerimaan Rp 15,9 triliun per tahun. Belum lagi kerugian negara akibat pembalakan liar yang bisa mencapai Rp 35 triliun per tahun.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com