Belasan perempuan dewasa di Kalabahi, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, bergerak searah jarum jam dalam barisan lingkaran. Mereka saling merekatkan diri satu sama lain dengan mengaitkan jari kelingking.
Pada Rabu (24/8) petang lalu, belasan perempuan itu menari lego-lego. Tarian itu untuk menyambut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto serta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang hadir di daerah perbatasan itu.
Tarian tersebut tak hanya sekadar tradisi untuk penyambutan tamu kehormatan, tetapi juga menjadi simbol persatuan warga Alor yang sudah dibangun sejak sekitar tiga abad lalu.
Salah satu tetua adat Taruamang Alor, Golliet Sirituka, menuturkan, toleransi sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan beragama di Alor.
Ia mencontohkan, pembangunan gereja dilakukan oleh penduduk Muslim, sedangkan masjid pun dibangun oleh penduduk Nasrani.
"Panitia perayaan Idul Fitri juga diurus oleh penduduk beragama Nasrani. Lalu ketika Natal tiba, penduduk Muslim mengurus persiapan perayaan Natal. Silaturahim kami tidak mengenal perbedaan agama," ujar Golliet.
Golliet mengisahkan, Islam datang di Alor sekitar akhir abad ke-18. Islam dibawa oleh para pedagang dari Ternate, Maluku Utara.
Komunitas Islam pertama di Alor mendiami Pantai Makassar yang berada di Kecamatan Alor Kecil.
Sementara itu, berdasarkan data sejarah yang tertulis di laman resmi Pemerintah Kabupaten Alor, agama Nasrani hadir pada 1908 yang dibawa oleh seorang pendeta Jerman bernama DS William Bach.
Pembaptisan pertama rakyat Alor dilakukan di wilayah Dulolong. Kala itu, dua tetua Alor, yaitu Lambertus Moata dan Umar Watang Nampira, hadir dalam pembaptisan itu.
Lambertus kemudian menjadi pendeta pribumi pertama di daerah itu. Sementara Umar memeluk Islam.
Kehadiran Umar merupakan bentuk toleransi dan mengajarkan kepada seluruh penduduk Alor untuk saling menghormati perbedaan keyakinan.
Sumpah
Kehidupan yang menjunjung tinggi toleransi di Alor merupakan warisan leluhur. Menurut Golliet, tetua adat Alor dan para pendatang melakukan sumpah adat yang disebut bela pada abad ke-19.
Sumpah itu dilakukan oleh dua suku terbesar Alor, yaitu Taruaman dan Bunga Bali, dengan sejumlah pendatang.