Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

177 WNI yang Tertangkap di Filipina Sempat Menolak Menjadi Saksi

Kompas.com - 04/09/2016, 21:39 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Melalui sambungan video call, Anton Kapriatna (29) warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini masih ditahan pemerintah Filipina menjelaskan, sempat terjadi perdebatan terkait WNI yang akan tetap tinggal untuk menjadi saksi pemalsuan paspor di Filipina.

Melalui sambungan video call dengan wartawan, Minggu (4/9/2016), Anton yang saat ini berada di KBRI di Filipina menyampaikan bahwa saat itu tidak ada yang bersedia tetap tinggal di Filipina. Namun karena paksaan dari pemerintah Filipina, akhirnya sembilan WNI bersedia menjadi saksi.

"Memang di awal kami diskusi panjang, dari pemerintah Filipina cuma kasih pilihan jadi saksi atau semua tidak dipulangkan. Kami niatin ibadah aja, semua bisa dipulangkan toh kami juga nantinya akan pulang," ujar Anton, Minggu sore.

Penolakan itu, kata Anton, karena mereka merasa tidak bersalah.

Dia mengatakan, harusnya para agen travel yang telah menipu mereka ditangkap dan dimintai keterangan.

"Yang bertanggung jawab ya leader dan agen yang ambil keuntungan. Kami cuma jemaah biasa, kami enggak tahu apa-apa," ujar Anton.

Hal lain yang membuat Anton dan delapan WNI lainnya bersedia menjadi saksi karena komunikasi bahasa asing mereka yang cukup baik dibanding WNI lainnya.

Pemerintah Indonesia telah memulangkan sebanyak 168 dari 177 WNI yang sebelumnya ditahan oleh Pemerintah Filipina. Sembilan WNI lainnya masih ditahan pemerintah setempat ntuk dijadikan saksi pemalsuan paspor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com