JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR RI Komisi I fraksi Partai Golkar Meutya Hafid mengatakan, Komjen (Pol) Budi Gunawan punya pekerjaan rumah jika akhirnya menjadi epala Badan intelejen Negara (BIN). Budi harus membuktikan TNI-Polri dapat harmonis dalam bekerja.
Oleh sebab itu, Meutya menyarankan Budi untuk merangkul unsur TNI dan Polri usai menjabat Kepala BIN definitif.
"Saran saya, Kepala BIN baru merangkul semua agar ada wujud keharmonisan di tubuh BIN," ujar Meutya saat ditemui di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/9/2016).
Mantan jurnalis itu melanjutkan, salah satu cara supaya keharmonisan itu terwujud, adalah dengan tetap menyeimbangkan komposisi dan jumlah personel BIN yang berasal dari institusi Polri dan TNI.
"Kalau kepalanya Polisi, maka militer harus diberi tempat untuk saling mengisi. Tidak boleh kemudian hanya didominasi oleh Polisi atau didominasi oleh militer," ujar Meutya.
Kepemimpinan Budi dalam BIN, lanjut Meutya, sekaligus menjadi ajang pembuktian bahwa yang terpenting di dalam kerja-kerja intelijen bukanlah pada asal institusi, melainkan lebih ke arah kecakapan bekerja.
"Bisa dianggap ini pembuktian bahwa yang utama dari seorang Kepala BIN itu adalah Polisi atau militer, tetapi kecakapan," ujar dia.
Meutya yakin Budi menyadari pentingnya keharmonisan itu. DPR, khususnya Komisi I pun berkomitmen untuk terus mendorong dan mengawal kerja BIN agar selalu harmonis di internalnya.
Presiden Joko Widodo menunjuk Budi sebagai Kepala BIN. Surat penunjukan Budi telah dikirim ke DPR RI, Jumat (2/9/2016) pagi. Pemerintah pun berharap, parlemen segera memprosesnya.
Ketua DPR RI Ade Komarudin memastikan, uji kepatutan dan kelayakan Budi rencananya akan dilangsungkan Rabu (7/9/2016) pekan depan.