JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang.
Sebelumnya, Rohadi adalah tersangka kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.
"Penyidik KPK juga menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan R (Rohadi) sebagai tersangka dugaan pencucian uang," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Rohadi diduga mengirim, mengalihkan, membelanjakan dan menukar uang dan harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan korupsi.
Rohadi berupaya menyamarkan asetnya tersebut.
Atas perbuatannya, Rohadi disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di beberapa tempat, dilakukan penyitaan dokumen termasuk satu unit Toyota Yaris milik Rohadi.
(Baca: Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Rohadi, Panitera Kasus Saipul Jamil)
Rohadi diduga menerima gratifikasi saat menjabat sebagai panitera di PN Jakarta Utara dan di Pengadilan Negeri Bekasi.
Gratifikasi diduga diterima Rohadi terkait penanganan perkara hukum di Mahkamah Agung.
"Mengenai penyitaan aset, itu tergantung pada perkara, apakah merupakan hasil korupsi, itu masih didalami dan dilakukan pelacakan aset," kata Priharsa.
Awalnya, Rohadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap.
Penyelidik KPK menemukan uang yang diduga suap sebesar Rp 250 juta di dalam tas plastik merah, saat melakukan operasi tangkap tangan.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan membenarkan bahwa suap tersebut terkait pengurusan perkara tindak pidana asusila dengan terdakwa pedangdut Saipul Jamil. Menurut Basaria, suap tersebut diberikan agar hakim memberikan vonis ringan bagi Saipul Jamil.