Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Tolak Pencabutan BAP Panitera PN Jakpus soal Pengakuan Terima Suap

Kompas.com - 31/08/2016, 13:17 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Sebelumnya, Edy menyatakan mencabut beberapa keterangannya saat diperiksa oleh penyidik KPK.

Beberapa keterangan yang dicabut, pada intinya berisi pengakuannya menerima suap terkait pengurusan perkara sejumlah perusahaan di bawah Lippo Group.

"Tanpa alasan yuridis, maka permintaan pencabutan keterangan harus dikesampingkan," ujar Jaksa Joko Hermawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8/2016).

Dalam beberapa BAP, Edy Nasution mengakui bahwa pemberian uang sebesar Rp 50 juta dari pegawai Lippo Group Doddy Aryanto Supeno, bukanlah yang pertama kali.

Pada Desember 2015, ia menerima pemberian Rp 100 juta di basement Hotel Acacia, Jakarta.

Selain itu, dalam BAP 11 Maret 2016, Edy mengakui bahwa ia pernah menerima uang terkait proses permohonan peninjauan kembali PT Across Asia Limited yang telah melewati batas waktu pengajuan.

Kemudian, pada 23 Februari 2016, ia menerima uang dari Doddy Aryanto Supeno, sebagai orang suruhan dari Wresti Kristian Hesti (pegawai bagian legal Lippo Group).

Kemudian, pada BAP 25 April 2016, Edy mengatakan bahwa setiap pengurusan perkara terkait Lippo Group di PN Jakarta Pusat selalu dilakukan dan oleh Hesti.

"Keterangan Edy Nasution dapat mendukung pembuktian unsur pemberian uang," kata Jaksa.

Dalam kasus ini, Doddy dinilai terbukti memberi suap sebesar Rp 150 juta kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Ada pun, uang suap Rp 150 juta tersebut diberikan agar Edy Nasution selaku panitera menunda proses "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL).

Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan undang-undang. Kedua perusahaan tersebut merupakan anak usaha Lippo Group.

Dalam surat tuntutan, uang suap juga dimaksudkan agar Edy Nasution membantu mengurus perkara salah satu anak usaha Lippo Group, yakni PT Jakarta Baru Cosmopolitan.

Edy membantu mengubah surat pengadilan mengenai putusan eksekusi, dengan kalimat dari "belum dapat dieksekusi" diganti dengan "tidak dapat dieksekusi".

Penyuapan melibatkan pegawai (bagian legal) PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro.

Awalnya, Lippo Group menghadapi beberapa perkara hukum, sehingga Eddy Sindoro menugaskan Hesti untuk melakukan pendekatan dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara, termasuk Edy Nasution.

Eddy Sindoro juga menugaskan Doddy untuk melakukan penyerahan dokumen maupun uang kepada pihak-pihak lain yang terkait perkara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com