Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Perizinan Ada di Beberapa Daerah

Kompas.com - 25/08/2016, 19:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Korupsi perizinan diduga tidak hanya dilakukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, yang kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Korupsi serupa ditengarai juga dilakukan sejumlah kepala daerah lain.

Dugaan tersebut muncul karena Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2013 menemukan transaksi mencurigakan di rekening sejumlah kepala daerah.

”Pada tahun 2013, kami mengirimkan data transaksi mencurigakan atas nama sejumlah kepala daerah, bupati, dan wali kota kepada kejaksaan,” kata Kepala PPATK M Yusuf seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (24/8).

Dari penelusuran PPATK, sumber aliran dana mencurigakan itu biasanya berkaitan dengan penyalahgunaan pemberian perizinan, termasuk perizinan tambang. Selain itu, aliran dana mencurigakan itu juga berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan, penyelewengan anggaran, dan gratifikasi.

Dari transaksi mencurigakan yang ditemukan PPATK itu, kata Yusuf, salah satu yang diusut adalah rekening milik Nur Alam. Kejaksaan Agung menelusuri dugaan suap sekitar Rp 45 miliar yang dia terima dari sebuah perusahaan tambang asal Hongkong. Namun, perkembangan pengusutan kasus itu tak jelas.

Kondisi ini membuat PPATK menyerahkan temuan rekening mencurigakan tersebut kepada KPK. Salah satu pertimbangannya karena kasus itu menyangkut penyelenggara negara, yang juga berafiliasi dengan partai politik. Selain itu, KPK juga memiliki fungsi supervisi sehingga bisa mengambil alih kasus dugaan korupsi yang ditangani lembaga penegak hukum lain.

Berdasarkan catatan Kompas, dalam jumpa pers yang digelar Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung pada 16 Desember 2014, Kejagung menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti temuan PPATK terhadap keberadaan rekening tidak wajar yang dimiliki delapan kepala daerah (2 mantan gubernur, 1 gubernur aktif, serta 5 bupati dan mantan bupati).

Selanjutnya, pada 24 Juli 2015, Jaksa Agung HM Prasetyo menuturkan, ”Belum tentu semua laporan hasil analisis PPATK itu bisa ditingkatkan dan bermuara ke proses hukum. Setiap laporan hasil analisis itu masih perlu pendalaman.” (Kompas, 25/7/2015)

Kemarin, Jaksa Agung menyatakan memerintahkan unit tindak pidana khusus untuk menginventarisasi kasus lama yang tidak ada perkembangannya untuk ditindaklanjuti. Kasus itu termasuk dugaan rekening tak wajar Nur Alam. ”Kami berkomitmen menyelesaikan sejumlah perkara. Kami sudah lakukan pendalaman terhadap laporan dari PPATK. Jika cukup bukti, bisa ditindaklanjuti,” ujarnya.

Aliran dana

KPK mengusut pihak-pihak yang diduga ikut menikmati ”komisi” pemberian izin pertambangan nikel seluas 3.084 hektar di Kabupaten Bombana dan Buton, yang membuat Nur Alam menjadi tersangka. Penyidik KPK sudah mengantongi informasi dari PPATK terkait aliran dana dari dan untuk Nur Alam.

Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati, kemarin, menuturkan, KPK juga sedang menyelidiki kemungkinan aliran dana itu mengalir untuk kegiatan politik Nur Alam saat mencalonkan diri sebagai Gubernur Sultra.

Terkait pendalaman itu, kemarin, penyidik KPK memeriksa 10 saksi atas kasus dugaan korupsi itu di Markas Polda Sultra di Kendari. Para saksi itu berasal dari lingkungan Pemerintah Provinsi Sultra, termasuk Sekretaris Daerah Provinsi Sultra Lukman Abunawas. Sementara dari penggeledahan yang dilakukan di sejumlah lokasi di Kendari dan Jakarta pada 23 Agustus, KPK mengamankan sejumlah dokumen, antara lain dokumen penerbitan izin usaha pertambangan peningkatan eksplorasi jadi produksi PT Anugrah Harisma Barakah tahun 2009-2014.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menuturkan, izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Nur Alam melanggar banyak aturan, termasuk Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal ini diperparah dengan adanya komisi yang diterima Nur Alam.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra Kisran Makati berharap, penetapan Nur Alam sebagai tersangka menjadi pintu masuk untuk mengusut kasus-kasus serupa di Sultra. Dia berharap KPK bisa membongkar mafia di bidang pertambangan.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan menunggu proses hukum kasus Nur Alam. Dia juga akan berkomunikasi dengan pimpinan KPK untuk mengetahui detail kasus itu, terutama mengenai adanya keterkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah. (NTA/GAL/SAN/IAN)

 

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian "Kompas" edisi 25 Agustus 2016, di halaman 1 dengan judul "Korupsi Perizinan Ada di Beberapa Daerah"

 

Kompas TV KPK Periksa Kadis ESDM Sultra terkait Korupsi Nur Alam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com