JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku terkejut dengan penetapan status tersangka korupsi terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyematkan status tersangka kepada Nur Alam terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sulawesi Tenggara selama 2009-2014.
"Kami cukup terkejut, walaupun pimpinan KPK sudah cukup lama mengamati, mencermati masalah-masalah yang berkaitan dengan Gubernur Sultra," ujar Tjahjo usai acara Pembukaan Gerakan Pembangunan Terpadu Perbatasan (Gerbangdutas) 2016 di Kalabahi, Alor, NTT, Rabu (24/8/2016), seperti dikutip dari rilis Kementerian Dalam Negeri.
(Baca: KPK Tetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai Tersangka)
Tjahjo menyesalkan adanya kabar penetapan tersangka kepada Nur Alam. Menurut Tjahjo, saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke Sultra beberapa waktu lalu Nur Alam tidak membahas persoalan tersebut.
"Kami cukup menyesalkan karena saya baru dari sana, baru dari Sultra baru keliling beberapa kabupaten dengan Pak Gubernur tidak pernah menyinggung masalah itu," tutur Tjahjo.
Tjahjo mengaku akan melakukan pengecekan untuk memastikan bahwa kasus yang menyeret Nur Alam itu apakah terkait pemberian izin pertambangan atau terkait hal-hal lainnya.
"Akan kami cek besok sesampai di Jakarta, masalah apa detailnya, apakah masalah kebijakan, apakah masalah lain yang dianggap KPK sudah memenuhi alat bukti yang cukup sehingga yang bersangkutan dijadikan tersangka," kata Tjahjo.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka.
Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sultra selama 2009 hingga 2014.
"Penyidik menemukan dua alat bukti dan sedang diperbanyak, dan menetapkan NA, Gubernur Sultra, sebagai tersangka, dengan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Menurut Syarif, penyalahgunaan wewenang dilakukan dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
(Baca: Kejagung Sempat Selidiki Dugaan Rekening Gendut Gubernur Sulawesi Tenggara, tetapi Dihentikan)
Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
"Diduga, penerbitan SK dan izin tidak sesuai aturan yang berlaku, dan ada kick back yang diterima Gubernur Sultra," kata Syarif.
Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.