Membaiknya indikator-indikator Indonesia diyakini Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadikan negeri ini tak akan menjadi negara gagal. Jusuf Kalla bahkan menegaskan, Indonesia tetap berupaya mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi warga.
Pernyataan Jusuf Kalla itu dikutip dari laporan utama harian Kompas, Senin (22/8/2016), dengan judul "Indonesia Bergerak Maju".
Negeri ini memang baru melangkah maju bukan meloncat maju, tetapi langkah itu tetap dimaknai positif bagi kemajuan bangsa.
Indikator negara gagal (failed state), yang belakangan dimaknai sebagai negara rapuh (fragile state), disusun oleh Fund for Peace (FFP) di Amerika Serikat.
Dari tahun ke tahun, nilai Indonesia memang membaik dari 89,2 pada 2005, lalu menjadi 76,8 (2014), dan 75 (2015).
Indeks terbaik dimiliki negara Skandinavia, Finlandia, dalam kategori very sustainable (dijamin amat berkelanjutan) dengan nilai 17,8, sedangkan terburuk Sudan Selatan dengan indeks 114,5. Catatan: Dalam penghitungan FFP, semakin kecil nilai indeks, berarti semakin baik suatu negara.
Ada apa dengan Sudan Selatan? Perang saudara ternyata telah mengoyak kedamaian di negeri yang kaya minyak itu.
Jumlah pengungsi dari Sudan Selatan di Afrika bagian timur itu bahkan mencapai lebih dari satu juta orang pada 2016 ini saja.
Merdeka dari Sudan pada 9 Juli 2011, tetapi sejak perang sipil pada Desember 2013, ratusan ribu hingga jutaan pengungsi sudah mengalir keluar dari Sudan Selatan.
Akar dari perang saudara itu pun adalah persaingan politik internal antara Presiden Salva Kiir Maryadit dan Wakil Presiden Riek Machar Teny Dhurgon yang berkembang menjadi perpecahan etnis di sejumlah bagian negara.
Konflik akhirnya seolah menjadi bagian dari Sudan dan Sudan Selatan. Kini konflik dipicu perbedaan etnis, yang sebelumnya dipicu perbedaan keyakinan antara Sudan dan Sudan Selatan.
Perseteruan kian memanas karena penguasa Sudan Selatan ditengarai korupsi. Ada belasan ribu nama polisi fiktif yang mendapatkan gaji dari pemerintah meski karena fiktif akhirnya uang gaji itu masuk ke pundi-pundi oknum-oknum pemerintah.
Pendek kata, konflik di Sudan Selatan pada akhirnya diperburuk oleh tindak pidana korupsi yang dilakukan pemerintahan di negara yang terbilang muda tersebut. Aksi korupsi memperuncing konflik.