JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan melanjutkan rapat internal Pansus pada 24 Agustus mendatang.
Rapat tersebut akan membahas hasil kunjungan kerja yang telah dilakukan Pansus RUU Anti-Terorisme.
Pansus juga akan membicarakan apakah masih perlu dilakukan kunker lainnya.
Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii membenarkan bahwa pihaknya juga mewacanakan melaksanakan kunker ke luar negeri.
"Kayaknya sangat mendesak," ujar Syafii di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2016).
"Itu pun kalau ada dananya," sambung dia.
Kunker ke luar negeri, lanjut dia, diperlukan untuk melihat sistem penanganan terorisme di negera lain, terutama jika sistem yang mau diadopsi belum ada contohnya di Indonesia.
Syafii menyinggung soal dewan pengawas untuk operasi penanganan terorisme yang nantinya juga akan mengawasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus 88.
"Dewan pengawas kan belum ada di sini. Di Inggris, misalnya, ada dewan pengawas, ada lagi lembaga penerima komplain dan penanganan," kata Politisi Partai Gerindra itu.
Pembahasan RUU Anti-Terorisme terhenti karena belum satu suaranya Polri dan TNI dalam merumuskan draf UU.
Wakil Ketua Pansus Hanafi Rais mengatakan, dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, Pansus masih menemukan TNI dan Polri belum kompak menyangkut peranan masing-masing lembaga dalam memberantas terorisme.
Pansus pun meminta Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mencari jalan keluar terkait persoalan tersebut.
"Jadi mungkin Menko Polhukam yang baru kami minta untuk mengajak bicara dua institusi ini bagaimana mencari keseimbangan dan satu suara," kata Hanafi di Jakarta, Jumat (19/8/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.