Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR Sebut Kejaksaan Paling "Obral" Status "Justice Collaborator"

Kompas.com - 19/08/2016, 23:10 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus A. T. Napitupulu meminta lembaga penegak hukum membuka data terkait nama narapidana yang pernah menjadi justice collaborator (JC), pelaku tindak pidana yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan.

"ICJR meminta agar Kepolisian, Kejaksaan dan KPK mengeluarkan nama-nama siapa aja orang-orang yang mendapatkan status JC," kata Erasmus saat dihubungi, Jumat (19/8/2016).

Ia menjelaskan, data tersebut perlu diketahui publik dalam rangka transparansi dalam penegakan hukum. Pasalnya, kata dia, berdasarkan data Ditjen PAS yang dipersentasikan oleh Center for Detention Studies (CDS) pada Senin, 15 agustus 2016 di Jakarta, ditemukan bahwa Kejaksaan sebagai institusi yang paling “rajin" mengeluarkan status JC dengan jumlah mencapai 670 orang sepanjang 2013 sampai dengan Juli 2016, tepat setelah PP 99 Tahun 2012 mulai berlaku,

(Baca: Kejagung Bantah "Juara" Tetapkan "Justice Collaborator" untuk Kasus Korupsi)

Ia menjelaskan, di Kepolisian pada 2013 ada satu orang yang menjadi JC, 2014 ada 7 orang JC, 2015 ada dua orang JC, 2016 sejak Januari hingga Juli ada tujuh orang JC.

"Total di Kepolisian, 17 JC," kata dia.

Kemudian di Kejaksaan pada 2013 ada 21 JC, pada 2014 ada 172 JC, pada 2015 ada 305 JC, pada 2016 sejak Januari hingga Juli ada 172 JC. Total 670 orang yang tercatat berstatus JC.

Sementara di KPK, disebutkan bahwa pada 2013, 2014, dan 2016 sejak Januari hingga Juli tidak ada yang berstatus JC. Adapun yang berstatus JC di KPK hanya satu orang, itu pun pada 2015.

Erasmus mengatakan, berdasarkan data tabel tersebut perlu dipertanyakan bagaimana mekanisme pemberian JC kepada orang yang terlibat tindak pidana.

((Baca: ICJR: Status "Justice Collaborator" Diperjualbelikan)

"Apakah seluruh status JC yang dikeluarkan oleh institusi penegak hukum ini diberikan pada saat proses penuntutan atau dengan kata lain apakah diberikan sebelum atau sesudah putusan," kata dia.

Pasalnya, kata dia, bila status JC baru diberikan setelah putusan dijatuhkan maka angka tersebut adalah angka yang sangat mengejutkan. Karena, secara hukum yang berlaku di Indonesia itu JC seharusnya diberikan sebelum putusan atau saat proses penuntutan dilakukan.

"Apabila status JC diberikan pasca putusan atau proses penuntutan, maka apa guna JC diberikan selain untuk mendapatkan remisi? Dari sinilah harusnya dugaan adanya 'permainan atau komoditas yang diperjualbelikan' dapat ditelusuri," kata dia.

Maka dari itu, semestinya Kepolisian, Kejaksaan dan KPK mau membuka data tersebut. Dengan demikian, misteri jual beli status JC dapat ditelusuri. 

Bantah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com