JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan kokurikuler yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dinilai rawan memperbesar kekerasan di sekolah.
Sebab, gagasan yang sebelumnya dikenal sebagai full day school itu akan menyebabkan siswa berada sehari penuh di sekolah dengan berbagai kegiatan.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyani menyatakan bahwa saat ini saja, kekerasan marak terjadi di sekolah.
Retno memberikan data yang dirilis Plan International pada 2014, bahwa tujuh dari sepuluh anak Indonesia pernah mengalami kekerasan di sekolah.
Sebanyak 84 persen dari korban kekerasan di sekolah itu tidak pernah melapor ke orang dewasa, baik guru maupun orang tua.
Hal ini disebabkan anak-anak takut mendapat tekanan ketika mereka melaporkan masalah kekerasan.
"Semakin dilaporkan dia akan semakin mendapat tekanan. Akibatnya dia akan jadi korban. Tapi ketika dia naik kelas dan menjadi kakak kelas tertinggi di sekolah maka dia akan melakukan tindakan yang sama," ujar Retno di gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2016).
Menurut Retno, kekerasan dikhawatirkan ikut meningkat jika jam sekolah ditambah. Hal ini disebabkan kekerasan rawan terjadi ketika jam istirahat berlangsung.
Ketika sistem kokurikuler diterapkan, otomatis jam istirahat pun akan ditambah.
"Guru pun manusia, dia juga punya kelelahan. Kalau jam istirahat kan guru maunya istirahat," kata Retno.
"Kekerasan kerap kali terjadi pada jam istirahat, mulai dari pemalakan, diperas. Itu terjadi pada jam istirahat di kantin. Nah ini apakah guru memantau? Gurunya juga istirahat," ucapnya.
Selain itu Retno juga mempertanyakan argumen sekolah di negara-negara Eropa yang dijadikan contoh oleh Muhadjir dalam menerapkan sistem kokurikuler.
Pasalnya, fasilitas pendidikan di Indonesia masih belum layak untuk menerapkan sistem kokurikuler di sekolah.
"Kalau Pak Menteri mencontohkan full day school seperti di negara-negara Eropa, di sana sarana-prasarananya lengkap. Di Indonesia kan belum," ujarnya.
"Ketika negara belum bisa hadir menyelesaikan itu, full day school adalah tawaran yang bagi saya tidak dengan perspektif anak," kata Retno.