JAKARTA, KOMPAS.com - Kekerasan di sekolah kerap terdengar belakangan ini. Untuk mengatasinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dituntut gencar mensosialisasikan antikekerasan di sekolah.
Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Karmanto mengatakan sosialisasi itu mesti komprehensif. Menurutnya, banyak sekolah dan guru yang tidak memahami prinsip non-kekerasan dalam Konvensi Hak Anak Internasional yang telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Banyak pula sekolah dan guru yang tidak memahami Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 dan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sehingga kekerasan dalam pendidikan kerap terjadi.
"Sekarang banyak kasus kekerasan terhadap siswa, ini menunjukkan bahwa belum ada sosialisasi terhadap hak perlindungan anak kepada guru," tutur Karmanto di gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2016).
Karmanto menjelaskan banyak sekolah dan guru yang tak memahami UU tentang Perlindungan Anak karena aturan tersebut terbilang baru.
Ia pun menyarankan agar Mendikbud mensosialisasikan kedua kebijakan tersebut melalui lembaga pendidikan guru.
"Menteri seharusnya mensosialisasikan pendidikan ini lewat lembaga pendidikan guru. Undang-undang ini kan baru, 2002 dan 2014. Tugas menteri membina dan memberi informasi kepada guru untuk tidak memberikan pendidikan dengan kekerasan," tandas Karmanto.
Selain itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Retno Listyani menjelaskan bahwa seharusnya Kemendikbud mengnyinergikan institusi terkait untuk melakukan sosialisasi kebijakan antikekerasan dalam pendidikan.
Retno menyebutkan sinergi tersebut harus dilakukan antara Kemendikbud dengan Kementerian Pemberdayaan Anak dan Perempuan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri.
"Ini menjadi penting agar guru paham bahwa di dalamnya ada aturannya maka tidak boleh melakukan kekerasan," tandas Retno.