JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto membantah mengusulkan nama kepada Presiden Joko Widodo untuk pengganti Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Isu Golkar menyodorkan nama muncul setelah beberapa waktu lalu Novanto hadir di Istana Negara, kemarin. Terkait isu itu, Novanto kembali menegaskan bahwa partainya ikhlas mendukung presiden hingga 2019.
"Itu merupakan harga mati dari Partai Golkar yang tidak akan pernah surut tapi berjuang tanpa persyaratan-persyaratan apapun terkait pencalonan menteri-menteri," kata Novanto di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (17/8/2016).
Pernyataan Novanto ditegaskan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Penunjukan dan pemberhentian menteri menurutnya adalah hak prerogatif presiden.
Golkar, kata Idrus, sekalipun partai pendukung pemerintah tak dapat mengintervensi keputusan presiden.
(Baca: Golkar Nilai Tak Perlu Hak Interpelasi untuk Usut Polemik Arcandra Tahar)
"Ketum kemarin ke Istana tidak membicarakan masalah itu. Tetap menyerahkan semuanya kepada presiden untuk mengambil langkah-langkah siapa penggantinya," ujar Idrus.
Idrus menambahkan, dalam pertemuannya dengan Jokowi, Novanto menyampaikan bahwa presiden harus menjamin bahwa pengganti Arcandra nantinya dapat memastikan langkah percepatan program-program migas dan energi betul-betul dapat ditangani dengan baik.
Seperti dikutip tribunnews.com, nama Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha sempat disebut tepat menggantikan Arcandra.
Pernyataan tersebut diungkapkan rekan satu partai Satya, Fadel Muhammad.
"Satya itu bagus, dia kan termasuk yang digadang-gadang silakan saja tidak apa-apa," kata Fadel.
Fadel menilai, selain Satya masih ada anggota Komisi VII lainnya yang berpotensi untuk menggantikan Arcandra menjadi menteri. Hanya saja, Fadel menyerahkan keputusan tersebut kepada presiden.
Adapun Satya, kepada wartawan saat ditanya soal kemungkinan tersebut, tidak jelas menjawab kesiapannya jika ditunjuk.
"Janganlah. Jangan saya. Kan begini, sesuatu yang belum terjadi kan tidak perlu dijawab," kata Satya kepada wartawan di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
"Soal pengganti, kita serahkan kepada presiden," sambungnya.