Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruki Singgung Pejabat Gunakan Diskresi untuk Reklamasi dan Membangun di Jalur Hijau

Kompas.com - 15/08/2016, 12:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrachman Ruki mendesak seluruh lapisan masyarakat, terutama elit birokrat dan kepala daerah, agar tidak menyepelekan undang-undang.

Tanpa menyebut nama, Ruki menyindir pejabat publik yang mengeluarkan izin pembangunan di lahan hijau. Pejabat itu, kata dia, jelas tak menganggap adanya undang-undang. 

"Mendirikan izin di lahan hijau sudah jelas melanggar hukum. Sudah tahu jalur hijau, masih saja dibikin bangunan," ujar Ruki dalam diskusi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Senin (15/8/2016).

Ruki mengatakan, semestinya pejabat tersebut mengetahui betul soal pengadaan bangunan dan pengelolaan wilayah. Hak diskresi yang digunakan pejabat tersebut seharusnya tidak sampai melanggar undang-undang.

"Alasannya diskeresi, apanya diskresi? Diskresi bukan kebijakan. Tidak seperti presiden punya diskresi, kejaksaan punya diskresi deponir. Kalau kebijakan diatur dalam undang-undang," kata Ruki.

Ruki tak menyebut nama. Namun sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pernah mengatakan bahwa dia menggunakan kewenangan diskresi dalam memberikan izin reklamasi kepada pengembang.

Hak diskresi tersebut berupa perjanjian kerjasama yang menentukan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dikali nilai jual objek dan lahan yang dijual.

Dalam UU Administrasi Pemerintahan dijelaskan bahwa kepala daerah memiliki hak diskresi, dimana kebijakan itu dapat diambil ketika peraturan perundang-undangan memberikan suatu pilihan keputusan atau tindakan.

(Baca: Penjelasan Ahok soal Diskresi dan Asal-usul Angka 15 Persen)

Selain itu, hak diskresi juga dapat digunakan kepala daerah jika undang-undang dianggap tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas yang kemudian menciptakan stagnasi pemerintahan.

Ahok mengatakan bahwa kontribusi tambahan mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT Manggala Krida Yudha (MKY) tahun 1997.

PT MKY merupakan salah satu pengembang proyek reklamasi. Saat itu belum ada penentuan besaran kontribusi tambahan yang harus dibayarkan itu.

Tidak adanya besaran jumlah pada kontribusi tambahan inilah yang diakui Ahok membuatnya berinisiatif menggunakan hak diskresinya untuk menetapkan besarannya menjadi 15 persen. Ia menyebut angka 15 persen sendiri didapat dari hasil kajian tim teknisnya.

Ahok merasa dirinya berhak menggunakan hak diskresi untuk kebijakan yang dinilainya membawa manfaat bagi masyarakat. "Karena tidak ada jumlahnya, kalau gubernurnya tidak jujur bisa diuangkan ini," ujar Ahok.

Kompas TV Nelayan Minta Menko Kemaritiman Tidak Teruskan Proyek Reklamasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Nasional
PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com