JAKARTA, KOMPAS - Sebelum dikibarkan pada peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI, Rabu (17/8), di Istana Merdeka, Jakarta, bendera duplikat Sang Saka Merah Putih yang disimpan di Monumen Nasional akan dikirab menuju Istana Merdeka dengan kereta kencana Ki Jaga Karsa. Itulah rangkaian prosesi Kirab Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih, yang akan menyertai peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Ke-71 RI pada Rabu mendatang.
Kereta kencana berwarna hitam milik Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, itu ditarik empat kuda. Pengiringnya ada 177 orang. Pada Sabtu (13/8), kereta kencana bersama pengiringnya pertama kali berlatih dalam rangkaian prosesi kirab bendera pusaka dan detik-detik proklamasi, mulai dari ruang dalam Monas hingga tangga di sebelah barat Istana Merdeka.
Bertahun-tahun, upacara peringatan hari kemerdekaan dirasakan relatif monoton. Kali ini, pemerintah ingin menyajikan sesuatu yang berbeda dengan salah satu tujuan lebih membuka akses bagi rakyat. Upacara yang biasanya formal ditampilkan lebih menghibur dan membumi. Hadirnya kereta kencana Ki Jaga Karsa, yang juga dilepas dengan ritual oleh masyarakat dan pimpinan daerah di Purwakarta, ingin menunjukkan sesuatu yang berbeda pada peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan tahun ini.
Selain pelibatan masyarakat dan mereka yang disebut teladan terhadap lingkungannya, pemerintah juga ingin memberikan warna melalui prosesi budaya, busana yang dikenakan, tari-tarian yang kolosal, dan hiburan untuk menyemarakkan suasana peringatan Hari Kemerdekaan Ke-71 RI.
Nilai perjuangan
Presiden Joko Widodo memang meminta agar duplikat bendera pusaka diarak dari Monas hingga Istana Merdeka sehingga rakyat bisa menghayati kembali nilai-nilai perjuangan para pendiri bangsa dan pengorbanannya. ”Idenya, bendera sebagai simbol negara bukan hanya sekadar selembar kain, tetapi sebagai simbol negara yang patut dihormati dan sakral,” papar Kepala Sekretariat Presiden Dharmala Djumala.
Wujud dari kedekatan dengan rakyat, dilakukan dengan mengundang masyarakat umum lebih banyak daripada pejabat, dengan perbandingan 70 persen masyarakat umum dan 30 persen pejabat pemerintah. Para inspirator pembangunan masyarakat juga akan diundang. ”Dulu pernah dengar enggak ada yang namanya suster apung. Dia itu pahlawan, tetapi tidak pernah kita tahu. Padahal, orang seperti itu perlu kita hormati,” ujar Djumala mencontohkan.
Sejumlah nama masuk dalam daftar, termasuk siswa dan mahasiswa yang berprestasi juara Olimpiade Matematika dan Olimpiade Sains. Anak-anak dari sejumlah daerah juga diundang ke Istana untuk menampilkan berbagai tarian daerah, seperti Papua Barat, Bengkulu, Jawa Timur, dan Banten. Mereka yang pernah menjadi juara lomba karya ilmiah remaja LIPI juga akan diundang hadir.
Masa ke masa
Ada sejumlah perbedaan penyelenggaraan upacara dari masa ke masa. Data Pusat Informasi Kompas (PIK), pada era Presiden Soekarno, pidato HUT RI digelar di depan rakyat. Tahun 1945, pidato kemerdekaan disampaikan di Gedung Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Tahun 1946-1949, pidato tersebut disampaikan di depan rakyat di Gedung Agung, Yogyakarta. Selanjutnya, Soekarno lebih banyak menyampaikan pidato di halaman Istana Merdeka, Jakarta, kecuali tahun 1963, Soekarno berpidato di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.