Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Sebut Kebakaran Hutan Turun hingga 74 Persen Dibanding Tahun Lalu

Kompas.com - 12/08/2016, 15:32 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengklaim, jumlah titik api sepanjang tahun ini menurun jauh ketimbang 2015 dalam periode yang sama.

"Laporan yang saya terima sangat bagus, ada penurunan signifikan, 74 persen dibanding tahun lalu," ujar Jokowi saat memimpin rapat terbatas membahas kebakaran hutan dan lahan di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (12/8/2016).

Meski demikian, Jokowi mencatat masih ada 217 titik api yang harus diwaspadai hingga Agustus 2016. Jumlah tersebut tersebar di Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.

(Baca: 13 Titik Api Terdeteksi di Riau)

"Saya kira mumpung baru segitu, agar bisa diselesaikan sebelum nantinya sudah ribuan penanganannya akan lebih sulit," ujar Jokowi.

Bulan Agustus, September hingga Oktober ini merupakan titik kritis yang harus diwaspadai oleh kementerian dan lembaga terkait serta pemerintah daerah.

Instruksi Jokowi masih sama saat menghadapi kebakaran hutan 2015 lalu. Seluruh unsur kementerian, lembaga dan masyarakat diharapkan mampu mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan sedini mungkin.

"Ada reward dan punishment-nya. Saya enggak mau ulang apa punishment yang saya maksud," ujar Jokowi.

(Baca: Satelit Pantau 288 Titik Api di Sumatera dan Kalimantan)

Jokowi mengapresiasi kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama TNI, Polri dan unsur warga di beberapa provinsi yang sejak dini mencegah kebakaran hutan dan lahan.

"Saya melihat ada beberapa provinsi yang melibatkan masyarakat dalam patroli bersama, itu sangat bagus," ujar Jokowi.

Sebelumnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan bahwa tekad pemerintah untuk menekan kebakaran hutan dan lahan pada 2016 cukup berhasil.

Indikator ini terukur dari jumlah titik panas (hotspot), indeks standar pencemaran udara (ISPU), jarak pandang, kesiapan aparat dalam mencegah karhutla, dan aktivitas masyarakat.

"Sejak 1 Januari 2016 hingga 11 Agustus 2016, satelit Modis mendeteksi jumlah hotspot 10.174 di Indonesia," kata Sutopo melalui keterangan tertulisnya, Jumat (8/12/2016).

Sementara pada 2015, kata dia, Karhutla yang terjadi sangat luar biasa. Data satelit Modis mendeteksi 129.813 hotspot.

"Jarak pandang saat itu hanya 100 meter. Indeks standar pencemaran udara (ISPU) mencapai lebih dari 2.000 psi atau sudah sangat berbahaya," kata dia.

Selain itu, hutan dan lahan yang terbakar seluas 2,61 hektar menyebabkan kerugian ekonomi mencapai Rp 221 triliun. Aktivitas pendidikan dan penerbangan juga ikut lumpuh selama 2-3 bulan.

Kompas TV 6 Titik Api Terlihat di Kalimantan Barat

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com