JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan tindakannya mempublikasi informasi dari Freddy Budiman, bandar narkoba yang telah dieksekusi, merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan.
Haris mendapatkan informasi dari Freddy adanya keterlibatan penegak hukum dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.
"Saya merilis ke publik sebagai pilihan terakhir. Karena saya tahu ada kekuatan publik yang bisa mengontrol negara juga," kata Haris di Kantor Konsorsium Pembaruan Agraria, Jakarta, Selasa (9/8/2016).
Haris menuturkan sebelum mempublikasi informasi dari Freddy, ia telah membangun komunikasi dengan berbagai pihak. Selain komunikasi, ia juga berupaya memverifikasi informasi tersebut.
(Baca: 130 Pengacara Siap Bela Haris Azhar)
Ketika tidak mendapatkan respon dari komunikasi yang dilakukan, Haris mengatakan menunggu detik terakhir saat nama Feeddy sudah masuk dalam daftar eksekusi mati.
"Detik terakhir itu, ketika namanya masuk dalam daftar dan jadwal eksekusinya sudah keluar. Itu waktu yang paling tepat. Karena kalau tidak begitu, pemerintah tidak aware," ucap Haris.
Haris memilih tidak memberitahu informasi tersrbut kepada Mabes Polri. Keputusan eksekusi, lanjut Haris, berada di tangan Kejaksaan.
"Selasa sore saya kasih kabar ke Johan Budi. Karena yang ngomongin eksekusi dan yang mendaftarkan ke sana adalah Kejaksaan. Makanya saya ngomong ke Presiden. Apalagi presiden diasumsikan dapat laporan terus menerus terkait laporan perkembangan dari kejaksaan terkait eksekusi," ujar Haris.
(Baca: Ada Petugas BNN Protes Kamera CCTV Dipasang di Sel Freddy Budiman)
Setelah tidak mendapatkan perkembangan dari Presiden Jokowi melalui Johan Budi, Haris memutuskan untuk mempublikasikan informasi dari Freddy kepada publik. Satu jam kemudian, Kepala Bagian Humas BNN, Slamet Pribadi menghubungi Haris.
Menurutnya, jika terdapat kemauan dan keberanian, eksekusi mati Freddy bisa dicegah dalam rangka menggali informasi lebih jauh.
"Menggali informasi dari Freddy kan bukan berarti menghilangkan hukuman mati baginya. Jadi jangan salah kaprah juga," tutur Haris.