JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Partai Golkar Idrus Marham meyakini partainya tetap solid meski kini muncul ada dugaan suap di pengadilan dalam sengketa dualisme Partai Golkar.
Ia memastikan munculnya dugaan suap dalam sengketa dualisme Golkar itu tak akan mengganggu rekonsiliasi yang sudah berjalan melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar.
"Di Golkar ini sekarang hampir tidak ada yang menanggapi (dugaan suap) itu. Baik dari Ancol maupun Bali," ujar Idrus saat dihubungi, Senin (8/8/2016).
"Tidak ada apa-apa semua. Kenapa yang lain kok, kita di Golkar semua sudah kita anggap selesai. Kita solid," kata dia.
Idrus menilai, Munaslub di Bali pada Mei lalu yang menghasilkan Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar yang baru adalah rekonsiliasi yang sempurna. Semua pihak yang berseteru diakomodir dalam kepengurusan.
"Makanya kami ketawa saja. Golkar sekarang sudah bagus, ada lagi (kabar suap), ya kami ketawa saja," ucap Idrus.
Idrus mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut dugaan suap ini. Namun, mantan Sekjen Golkar hasil Munas Bali ini memastikan pihaknya tidak pernah melakukan suap selama proses perkara dualisme Golkar berjalan.
"KPK silakan saja, tapi kami punya keyakinan itu. Kami punya fakta, pengacara, dan yang pasti kami tidak menghubungi siapa-siapa di luar itu," ucap Idrus.
(Baca juga: Idrus Marham Bantah Pihaknya Main Suap Saat Kasasi Sengketa Golkar)
Sebelumnya, besan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman, Taufik, diduga bersama-sama dengan pejabat Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna, mengatur perkara kasasi yang diajukan Partai Golkar.
Perkara yang dimaksud terkait pengajuan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Hal itu terungkap dalam persidangan bagi Andri Tristianto Sutrisna yang merupakan Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung.
Andri didakwa menerima suap dan gratifikasi dari pihak yang berperkara di MA.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut dari KPK, Andri terbukti mengatur dan mengkondisikan perkara sesuai keinginan pemberi suap. Salah satunya, dilakukan bersama Taufik dalam perkara Partai Golkar.
(Baca: Besan Nurhadi dan Pejabat MA Diduga Atur Perkara Kasasi Golkar)
"Ternyata terdakwa juga mengurus perkara-perkara lain di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali di MA antara lain, Taufik yang merupakan besan dari Nurhadi (Sekretaris MA)," ujar Jaksa Arif Suhermanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
"Taufik meminta kepada terdakwa memantau perkara di tingkat MA, sebagaimana percakapan melalui Whatsapp maupun SMS, yaitu perkara Nomor 490/K/TUN/15," kata Arif.
Dalam direktori putusan di situs web Mahkamah Agung, perkara Nomor 490/K/TUN/15, adalah perkara kasasi tata usaha negara antara Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar melawan Menteri Hukum dan HAM selaku tergugat I, dan Agung Laksono serta Zainuddin Amali selaku tergugat II.
Perkara tersebut telah diputus oleh Hakim Agung pada 20 Oktober 2015. Perkara tersebut diketuai oleh Hakim Imam Soebechi, dan dua hakim anggota, Irfan Fachruddin dan Supandi.
(Baca juga: Perkara Partai Golkar dan Dugaan Suap di Pengadilan...)
Pada putusannya, MA mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon, yakni DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, dengan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, yang sebelumnya memenangkan gugatan banding Menkumham dan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Majelis Hakim pada tingkat kasasi juga membatalkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.AH.11.01 tertanggal 23 Maret 2015, tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta Komposisi dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.