JAKARTA, KOMPAS.com - Decak kagum keluar dari lisan Nasya Kurnia Fitri kala memandang lukisan seorang pria bertelanjang dada yang memegang anak panah di Galeri Nasional, Jakarta, Minggu (7/8/2016) siang.
Bersama rekannya, Ratna Putri, keduanya tampak asyik menikmati lukisan tersebut sembari membaca makna pada narasi yang terletak di sisi kiri lukisan tersebut.
Henk Ngantung. Itulah nama pelukis yang membuat lukisan yang dipandang kedua belia itu.
Lukisan berjudul ‘Memanah’ itu merupakan satu dari 28 lukisan koleksi Istana Kepresidenan yang dipajang di Galeri Nasional hingga 30 Agustus mendatang. Rupanya, lukisan itu bukanlah sekedar koleksi istana biasa.
"Lukisan ‘Memanah’ itu saya kira menjadi favorit Soekarno," kata Mikke Susanto, salah seorang kurator pameran, Minggu.
Lukisan yang dibuat tahun 1943 itu pertama kali dilihat presiden pertama RI itu pada pameran yang diadakan Keimin Bunka Sidhoso di Jakarta pada 1944.
Di dalam buku "17|71: Goresan Juang Kemerdekaan" yang diterbitkan Kementerian Sekretariat Negara, dikisahkan bahwa lukisan itu belum sepenuhnya selesai ketika Soekarno melihatnya.
Namun, Soekarno rupanya diam-diam bertandang ke studio milik Henk seusai penyelenggaraan pameran, dan tetap berniat untuk membelinya.
"Untuk Soekarno saya dapat hadiahkan lukisan itu, tapi saya juga perlu uang," ujar Henk, ditulis di dalam "17|71: Goresan Juang Kemerdekaan".
Henk beralasan belum mau menjualnya lantaran ada bagian lengan yang belum sempurna. Sementara, untuk menyelesaikannya dibutuhkan seorang model.
Akan tetapi saat itu tidak ada orang yang bisa menjadi model.
"Aku, Soekarno, akan jadi model," kata Soekarno.
Henk terperangah dan tak kuasa untuk menolak. Dalam kurun waktu setengah jam, lengan yang belum sempurna diperbaiki.
Lukisan itu lantas diboyong Soekarno menuju rumahnya yang berada di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat.
Saksi sejarah