JAKARTA, KOMPAS.com – Aturan cuti bagi calon petahana yang diatur di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, digugat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok ke Mahkamah Konstitusi. Namun, gugatan tersebut dinilai kurang tepat.
Menurut peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, kewajiban cuti bagi calon petahana sudah cukup baik. Hal itu guna menghindari terjadinya penyalahgunaan jabatan yang dilakukan calon petahana saat kampanye.
“Misalnya menggunakan fasilitas daerah untuk kampanye, penggunaan dana publik untuk kampanye atau apapun yang sifatnya elektoral,” kata Syamsuddin di Jakarta, Jumat (5/8/2016).
(Baca: Ketua KPU DKI Tegaskan Petahana Harus Cuti Saat Kampanye)
Kendati demikian, diakui Haris, kewajiban itu juga berimplikasi kurang baik, terutama jika seorang kepala daerah harus mengambil kebijakan strategis seperti mengesahkan hasil pembahasan APBD.
Oleh sebab itu, Haris menyarankan, agar Komisi Pemilihan Umum membuat aturan pengecualian.
Sebagai contoh, kepala daerah yang kembali maju dalam kontestasi dapat tetap menyetujui hasil pembahasan strategis.
(Baca: Jika Kepala Daerah Cuti Saat Kampanye Pilkada, Apa Saja Kewenangan Pelaksana Tugasnya?)
“Untuk konteks APBD bisa saja KPU mengatur, misalnya, kepala daerah yang cuti diaktifkan sementara. Itu bisa diatur kuncinya di PKPU,” ujar dia.
Ahok sebelumnya mengajukan judicial review ke MK terkait pasal cuti yang diatur di dalam UU Pillkada. Ahok merasa keberatan. Sebab, cuti yang diatur bertepatan dengan masa penyusunan Anggaran Pendapatn Belanja Daerah DKI 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.