JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan pihaknya telah membentuk tim untuk menyelidiki keterlibatan oknum tentara yang terlibat jaringan peredaran narkoba.
Hal tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti keterangan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar yang mengaku menyampaikan cerita Freddy Budiman, gembong narkoba yang telah dieksekusi mati, akhir pekan lalu.
Selain itu, TNI juga menjalankan instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta apa yang disampaikan Haris jadi bahan koreksi diri aparat.
(Baca: Jokowi Minta "Curhat" Freddy Budiman Jadi Koreksi Diri Aparat)
"Sekarang saya sudah punya tim untuk menyelidiki keterlibatan oknum TNI dalam jaringan peredaran narkoba. Saya akan lakukan kerja sama dengan kepolisian lebih intensif lagi," ujar Gatot saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (4/8/2016).
Gatot menuturkan tim tersebut sedang menelusuri identitas oknum TNI berpangkat bintang dua yang disebut Haris membantu Freddy menyelundupkan narkoba.
Namun ia mengakui proses tersebut masih mengalami kendala karena Haris atau Freddy tidak menyebut nama jenderal tersebut.
"Sekarang tim masih bekerja, tapi ya mentok. Kalau pangkat bintang dua berarti kan Pangdam. Jelas kalau Pangdam pasti dikawal voorijder. Kami akan telusuri itu," kata Gatot.
Upaya penyelidikan pun tidak hanya difokuskan pada keterangan dari Freddy Budiman. Gatot menjelaskan, penelusuran tim penyelidik juga dilakukan terhadap oknum mantan tentara yang pernah terlibat jaringan pengedar.
Gatot mengakui bahwa ada oknum anggota TNI yang pernah terlibat jaringan bisnis peredaran narkoba. Menurut Gatot, pelaku tindakan kejahatan yang melawan hukum, seperti pada kasus narkoba, akan selalu mencoba mendekati aparat penegak hukum termasuk TNI.
(Baca: Panglima TNI Akui Pernah Ada Oknum Tentara dalam Jaringan Peredaran Narkoba)
Hal tersebut dilakukan agar bisnis ilegal yang mereka jalankan tidak mudah terbongkar. Pada tahun 2013, pengadilan militer menjatuhkan vonis kepada anggota Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, Serma Supriadi dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.
Supriadi terbukti terlibat memuluskan impor 1.412.476 butir ekstasi yang dilakukan Fredy Budiman. Freddy mengimpor barang terlarang tersebut dari Pelabuhan Lianyung, Shenzhen, China pada 8 Mei 2012.
"Namanya tim kan apapun akan dicari. Termasuk ada sersan yang sudah kami hukum. Kami akan telusuri dari bawah," ungkap Gatot.
"Sampai kapanpun kalau tidak ada kepastian TNI akan selalu dicap bekerjasama dengan gembong narkoba," tambahnya.