JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Haris Azhar mengaku telah menyampaikan cerita terpidana mati Freddy Budiman terkait keterlibatan oknum TNI, Polri, dan BNN dalam bisnis narkotika sebelum Freddy dieksekusi.
Menurut Haris, awalnya dia mengungkapkan cerita itu kepada Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi melalui telepon.
Haris mengaku menelepon Johan dari Palu, Sulawesi Tengah, Senin (25/7/2016).
"Waktu itu, saya telepon sore. Sengaja saya sampaikan cerita itu Senin karena saya menunggu kepastian waktu pelaksanaan eksekusi dan masuknya nama Freddy ke dalam daftar. Soalnya kan itu dirahasiakan," ujar Haris saat diwawancarai di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016).
Haris mengatakan, ia sengaja membuka cerita Freddy menjelang eksekusi agar mendapatkan momentum.
Ia berharap, masyarakat dan pemerintah langsung memberi respons cepat.
Namun, dari Senin hingga Kamis (28/7/2016), Haris tak kunjung mendapatkan perkembangan apakah Johan sudah menyampaikan cerita itu kepada Presiden Joko Widodo.
Tak kunjung mendapatkan perkembangan, Haris lantas mengirim cerita Freddy melalui WhatsApp kepada Johan, Kamis (28/7/2016).
Selang beberapa menit kemudian, Johan langsung menelepon Haris.
Menurut Haris, Johan mengaku sudah bertemu dengan Jaksa Agung HM Prasetyo.
Saat itu, Johan mengatakan bahwa Prasetyo masih harus melaporkan ke Istana soal proses eksekusi.
"Setelah menelepon saya, Johan bilang mau menyampaikan cerita Freddy ke Presiden. Saya ditelepon Johan sekitar jam 7 malam, tetapi karena tidak ada respons lanjutan, saya langsung sebarkan cerita itu melalui broadcast WhatsApp 4 jam sebelum eksekusi," ucap Haris.
Setelah menyebarkan pesan itu, Haris mengaku ditelepon oleh Kepala Bagian Humas BNN Komisaris Besar Slamet Pribadi.
Dalam percakapan dengan Slamet, Haris ditanyai keabsahan broadcast tentang cerita Freddy yang diviralkannya.
"Ya saya bilang ke Pak Slamet itu benar ceritanya. Jadi, kalau kita lihat sebenarnya kan saya sudah membuka cerita Freddy sebelum eksekusi. Bahkan, sampai ada dua pejabat yang meresponsnya, tetapi kenapa tidak ada respons lanjutan lagi," kata Haris.