Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Polhukam: Kebijakan Penerapan Hukuman Mati Tidak Perlu Dievaluasi

Kompas.com - 02/08/2016, 19:43 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto berpendapat bahwa kebijakan pemerintah terkait penerapan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba tidak perlu dievaluasi.

Menurut Wiranto, meski banyak tekanan dari berbagai pihak terkait pelaksanaan eksekusi, namun hal tersebut sudah menjadi yurisdiksi nasional yang harus dipertahankan.

"Ya tidak usah (dievaluasi) kan kebijakan itu menjadi ketetapan pemerintah. Meski ada tekanan dari manapun pemerintah punya yurisdiksi nasional yang harus dipertahankan," ujar Wiranto saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (2/8/2016).

Wiranto menegaskan, semua produk hukum yang telah ditetapkan pemerintah ditujukan untuk kepentingan nasional, bukan untuk memuaskan sekelompok orang.

Oleh sebab itu dia meminta semua pihak menghormati kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. "Semua produk hukum yang ada kan untuk kepentingan nasional bukan untuk memuaskan satu atau dua orang saja," kata Wiranto.

Eksekusi mati tahap III akhirnya dilakukan pada Jumat (29/7/2016) dini hari. Dari 14 terpidana mati yang direncanakan dieksekusi, untuk sementara 10 lainnya ditangguhkan.

Jelang pelaksanaan eksekusi mati, muncul berbagai masukan dan kritik baik dari dalam maupun luar negeri. Presiden ketiga RI BJ Habibie, misalnya, menyurati Presiden Joko Widodo agar meninjau kembali keputusan eksekusi mati terhadap terpidana mati asal Pakistan, Zulfiqar Ali.

Dalam surat tersebut, Habibie mengatakan, dari laporan para advokat dan lembaga swadaya masyarakat yang telah mempelajari kasus-kasus hukuman mati, Zulfiqar tidak bersalah.

Masih dalam surat itu, Habibie juga meminta Jokowi untuk mempertimbangkan kembali penetapan kebijakan moratorium pada hukuman mati.

Politisi senior Partai Golkar itu pun meragukan bahwa hukuman mati dapat mengurangi peredaran narkoba dan penggunaan ilegal.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mendesak pemerintah Indonesia untuk menunda eksekusi terhadap para terpidana mati kasus narkotika.

Ban Ki-moon juga mendesak Presiden Joko Widodo akan mengumumkan moratorium pelaksanaan hukuman mati. Pernyataan Ban ini didasari atas hukum internasional yang menyebut hukuman mati hanya bisa digunakan untuk kejahatan yang sangat serius.

Sementara Sekretaris Kabinet Pramono Anung sempat menyatakan pemerintah bakal mengevaluasi aturan terkait Hukuman Mati bersama DPR. 

Kompas TV Seskab Nyatakan Eksekusi Harus Dilakukan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com