JAKARTA, KOMPAS.com - Gunritno, perwakilan petani dari Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mengaku puas tuntutannya dikabulkan oleh Presiden Joko Widodo.
Gunritno dan para petani lainnya yang kebanyakan perempuan, sudah berkali-kali melakukan demo di sekitar Istana, Jakarta, untuk memprotes pembangunan pabrik semen di wilayah mereka yang dianggap dapat merusak lingkungan sekitar.
Aksi para petani yang disebut "kartini kendeng" di depan Istana dengan mengecor kaki mereka ini akhirnya menarik perhatian Kepala Negara.
(baca: Belenggu Semen di Kaki "Kartini Kendeng" Dibuka atas Permintaan Jokowi)
Jokowi menerima mereka di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/8/2016) sore, dan memutuskan pemerintah akan melakukan kajian lingkungan hidup strategis di pegunungan Kendeng.
Selama kajian dilakukan, maka pabrik semen dilarang untuk beroperasi.
"Intinya karena sudah ada kesepakatan dengan Pak Jokowi saya harap ini bisa segera dimulai ditindaklanjuti secepatnya. Semua pabrik semen izinnya harus dihentikan. Kajian lingkungan hidup strategis harus segera dimulai," kata Gunritno usai bertemu dengan Jokowi di Istana.
(baca: Diprotes "Kartini Kendeng" soal Pendirian Pabrik, Ini Jawaban PT Indocement)
Gunritno mengatakan, jika kajian tidak segera dimulai, maka akan semakin banyak permasalahan yang muncul.
Operasi tambang yang dilakukan pabrik semen dikhawatirkan akan merusak tata kelola air di wilayah itu.
Selain itu juga akan membuat lahan petani semakin menyempit yang berujung pada hilangnya mata pencaharian.
"Kalau program Jokowi soal kedaulatan pangan di Indonesia, tidak bisa tanpa lahan yang cukup. Sementara pabrik semen mengancam penciutan lahan tersebut," ucap Gunritno.
(baca: PT Semen Sayangkan Aksi 9 "Kartini Kendeng" Mengecor Kaki Sendiri)
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki memperkirakan kajian lingkungan hidup strategis di wilayah pegunungan kendeng akan memakan waktu selama satu tahun.
Ia memastikan selama kajian itu, pabrik semen di sana dilarang melakukan ekspolitasi tambang.
"Hasil kajian nanti akan jadi rujukan bagi kita semua dalam mengambil keputusan," ucap Teten.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.