Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hikmahanto: Hukuman Mati Tidak Pengaruhi Hubungan Bilateral

Kompas.com - 29/07/2016, 18:14 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai hukuman tak berpengaruh terhadap relasi Indonesia dengan negara lain.

Menurut dia, ada tiga alasan yang membuat eksekusi mati kali ini tak merusak hubungan antarnegara. Pertama, hukuman mati yang dilaksanakan dini hari tadi adalah yang ketiga kali dilaksanakan.

"Jadi, (hukuman mati) yang pertama dan kedua, masyarakat internasional belum terbiasa dengan kebijakan yang diambil pemerintah (Indonesia) soal kedaulatan terkait hukuman mati," ujar Hikmahanto usai menghadiri peluncuran buku "Sengketa di Lanud Halim Perdana Kusuma" di Klub Eksekutif Persada, Jakarta Timur, Jumat (29/7/2016).

(Baca: Pemerintah Pertimbangkan Masukan Habibie Terkait Eksekusi Mati Zulfiqar Ali)

Kedua, lanjut dia, mereka yang dihukum mati kebanyakan merupakan warga Afrika yang negaranya tidak begitu fokus dengan hukuman mati. Negara-negara Afrika tidak seperti Australia dan Perancis, misalnya. 

"Ketika warganya harus melalui proses hukuman mati, negara Australia itu kan mereka harus menjawab dari masyarakatnya, 'kok gak dilindungi dan sebagainya'. Mungkin hal yang sama tidak terjadi di negara-negara Afrika, jadi tidak ada masalah," kata dia.

Ketiga, menurut Hikmahanto, pemerintah, khususnya Kejaksaan Agung sangat hati-hati dalam memutuskan hukuman mati kali ini. "Misalnya, katanya 14 yang direncanakan kan hanya 4 yang dihukuman mati. Nah yang 10 itu kan mau dikaji secara yuridis maupun non yuridis seperti apa karena ada laporan dari mereka-mereka yang di lapangan," kata dia.

Maka dari itu, tambah Hikmahanto, negara lain sudah bisa menerima ketentuan hukum dan kedaulatan Indonesia. Negara-negara lain juga sudah tahu bahwa Indonesia tidak bisa lagi diintervensi dan dipaksa dengan berbagai daya dan upaya.

"Belanda sudah narik dubesnya bahkan mengembalikan lagi kan enggak ada masalah, " ujarnya.

Eksekusi mati tahap III akhirnya dilakukan dini hari tadi. Dari 14 terpidana mati yang direncanakan dieksekusi, untuk sementara 10 lainnya ditangguhkan. Jelang pelaksanaan eksekusi mati, muncul berbagai masukan dan kritik baik dari dalam maupun luar negeri.

Presiden ketiga RI BJ Habibie, misalnya, menyurati Presiden Joko Widodo agar meninjau kembali keputusan eksekusi mati terhadap terpidana mati asal Pakistan, Zulfiqar Ali.

(Baca: Keluarga Titus Mengaku Hanya Tahu Kabar Eksekusi Mati dari Media)

Dalam surat tersebut, Habibie mengatakan, dari laporan para advokat dan lembaga swadaya masyarakat yang telah mempelajari kasus-kasus hukuman mati, Zulfiqar tidak bersalah.

Habibie juga meminta Jokowi untuk mempertimbangkan kembali penetapan kebijakan moratorium pada hukuman mati. Menurut dia, lebih dari 140 negara di dunia sudah menerapkan kebijakan moratorium atau penghapusan hukuman mati.

Ia mengaku tahu betul tantangan narkoba di Indonesia. Politisi senior Partai Golkar itu pun meragukan bahwa hukuman mati dapat mengurangi peredaran narkoba dan penggunaan ilegal.

Kompas TV Eksekusi Mati Jilid III Telah Dilaksanakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com