JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengatakan meski tersangkut persoalan HAM, partainya menghormati penunjukan Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan.
"Kalau reshuffle sekali lagi itu hak prerogatif Presiden dan soal pro kontra itu persoalan orang per orang atau individu," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (28/7/2016).
Karena itu Yandri mempersilakan pihak yang tak sepakat dengan ditunjuknya Wiranto menjadi Menko Polhukam untuk menagih janji Presiden Joko Widodo terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM, baik di masa lalu maupun yang terjadi belakangan.
"Silakan bersuara saja menagih janji Presiden untuk kampanyenya yakni menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia dan juga mengadili orang-orang yang terlibat di dalamnya," papar Yandri.
(Baca: Kontras: Wiranto Ada di Deret Terdepan Atas Sejumlah Pelanggaran HAM)
Saat ditanya sikap PAN terkait penunjukan Wiranto, Yandri menjawab tegas.
"Kami minta Pak Wiranto bekerja secara profesional dan tidak menunggangi kewenangannya dengan kepentingan pribadi sehingga semua kasus pelanggaran HAM tetap diselesaikan," ucap Yandri.
Sebelumnya, Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam penunjukan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Koordinator Kontras, Haris Azhar mengatakan, Wiranto dianggap tak layak lantaran masih tersangkut kasus pelanggaean HAM berat di masa lalu.
"Wiranto yang diketahui luas berada di deret depan dari nama-nama yang harus bertanggung jawab atas sejumlah praktik pelanggaran HAM yang berat sebagaimana yang telah disebutkan dalam sejumlah laporan Komnas HAM," ujar Haris melalui pesan tertulis, Rabu (27/7/2016).
Diketahui, Wiranto kerap dikaitkan terlibat dalam peristiwa penyerangan markas Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996, Tragedi Trisakti, peristiwa Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan aktivis pro-demokrasi tahun 1997-1998, serta Biak Berdarah.
Haris mengatakan, nama Wiranto disebut-sebut di dalam sebuah laporan khusus setebal 92 halaman yang dikeluarkan oleh Badan Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bawah mandat Serious Crimes Unit.
Laporan itu menyatakan bahwa Wiranto gagal mempertanggungjawabkan posisi sebagai komandan tertinggi dari semua kekuatan tentara dan polisi di Timor Leste untuk mencegah terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan dan gagalnya Wiranto dalam menghukum para pelaku.
(Baca: Wiranto: Setiap Saya Muncul Pasti Ada Penolakan, Itu Biasa)
Tudingan itu dibantah Wiranto. Wiranto bahkan menjamin bahwa ia memiliki rekam jejak yang cukup baik. Hal itu pula yang menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo menunjuknya sebagai Menko Polhukam.