Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Direktur YLBHI: Hanya Presiden Jokowi yang Mampu Selesaikan Kasus 27 Juli 1996

Kompas.com - 27/07/2016, 22:19 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia berpendapat bahwa penuntasan kasus kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli) hanya bisa diselesaikan apabila ada perhatian dan campur tangan Presiden Joko Widodo.

Menurut Alvon, sampai saat ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia masih kesulitan untuk melakukan investigasi mendalam dalam mencari keterkaitan mulai dari tahap perencanaan, persiapan dan penyerangan ke kantor PDI.

Hal tersebut, kata Alvon, menunjukkan ada pihak-pihak yang tidak menginginkan kasus 27 Juli diungkap.

"Ini tanggung jawab negara. Tapi ada tantangan bagi Komnas HAM karena ada kepentingan Politik. Maka hanya Presiden yang bisa menyelesaikannya," ujar Alvon dalam peringatan 20 Tahun Peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 di Kantor Sekretariat DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2016).

Alvon pun berharap Presiden Jokowi mau memerintahkan jajaran aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung, untuk lebih kooperatif dengan Komnas HAM.

Sebab, sampai saat ini Kejaksaan Agung belum menindaklanjuti berkas penyelidilan kasus 27 Juli yang telah diserahkan oleh Komnas HAM.  

"Saya minta Presiden mau memerintahkan jajarannya untuk membuka dokumen terkait kerusuhan dan bekerjasama dengan Komnas HAM. Dalam nawacitanya Presiden pun sudah berjanji akan menyelesaikam kasus pelanggaram berat HAM yang terjadi di masa lalu," kata Alvon.

Peristiwa Kudatuli berawal dari upaya pengambilalihan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta. Saat itu, kantor DPP PDI yang dikendalikan oleh pendukung Megawati Soekarnoputri berusaha dikuasai oleh pendukung Soerjadi.

(Baca: Mengenang 27 Juli 1996, Ini Kronologi Penyerbuan Kantor DPP PDI)

Megawati merupakan ketua umum PDI berdasarkan hasil Kongres Surabaya pada 1993 untuk kepengurusan 1993-1998. Sedangkan Soerjadi terpilih berdasarkan hasil Kongres Medan pada 22 Juni 1996 untuk periode 1996-1998, sebulan sebelum Peristiwa 27 Juli terjadi.

Namun, hingga saat ini penyelesaian kasus hukum terhadap Peristiwa Kudatuli dianggap belum jelas. Masyarakat masih bertanya-tanya mengenai dalang kerusuhan, juga siapa yang seharusnya bertanggung jawab dan dihukum atas tragedi itu.

Ironisnya, ketidakjelasan terhadap penyelesaian hukum terkait peristiwa itu juga tidak terjadi saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden sejak 2001 hingga 2004.

(Baca juga: 27 Juli 1996, Dualisme Partai Politik yang Berujung Tragedi...)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com