JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, menilai bahwa isu menaikkan angka ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sengaja diembuskan pihak tertentu.
Tujuannya, untuk memberikan tanda kepada pihak-pihak yang ingin membuat gerakan baru atau partai politik baru.
"Kami bukan mengatakan mereka tidak tahu, tapi mungkin pasti ada yang ingin mereka sampaikan secara politis, mungkin kepada tokoh baru atau mungkin kepada orang yang punya niat gerakan politik baru," ujar Masykurudin di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (26/7/2016).
"Sehingga, lalu ada kesan 'dinaikkan saja', karena itu yang paling bisa ditangkap aktor baru," ucap dia.
Jika alasannya memang seperti itu, lanjut dia, pertimbangan menaikkan ambang batas hanya dilatarbelakangi aspek politis.
Adanya ambang batas, tentu akan menyulitkan partai baru. Maka dari itu, dirinya mengimbau agar pembahasan kenaikan ambang batas harus dilatarbelakangi pertimbangan-pertimbangan substansial yang menjunjung demokrasi.
"Ini adalah soal masa depan, sistem, jangan sampai pemilu kita itu proses perbaikannya selalu dilatarbelakangi aspek politik," kata dia.
Pemerintah telah menyerahkan draf RUU Pemilu ke DPR untuk segera dibahas.
Dalam UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen awalnya ditetapkan sebesar 3,5 persen dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD.
Namun, setelah digugat oleh 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi menetapkan ambang batas 3,5 persen tersebut hanya berlaku untuk DPR.
MK menilai ambang batas sebesar 3,5 persen bertentangan dengan kedaulatan rakyat, hak politik, dan rasionalitas. Sehingga, MK menilai itu bertentangan pula dengan tujuan pemilihan umum, yaitu memilih wakil rakyat mulai dari tingkat pusat hingga daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.