Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Dicoba TNI Ikut Tindak Terorisme, Ini Alasannya

Kompas.com - 26/07/2016, 12:20 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya berpendapat, tidak ada salahnya mempertimbangkan dan mencoba pelibatan TNI dalam aksi-aksi penanggulangan terorisme.

TNI kini diyakini sudah berubah. "TNI hari ini telah mengalami transformasi luar biasa. Tidak perlu trauma dengan masa lalu. Jadi perlu dipertimbangkan dan dicoba memberikan porsi tepat dan dituangkan dalam UU Terorisme," ujar Harits melalui pesan singkat pada Selasa (26/7/2016).

Pendapat ini bukan tanpa dasar. Pertama, kata Harits, TNI memiliki satuan antiteror di setiap matra. Bahkan, kefektivitasan satuan itu tidak diragukan lagi. Namun, TNI dihadapkan pada realitas dilematis.

(Baca: Ada Pasal Pelibatan TNI, Ketua Komisi III Sebut Revisi UU Antiterorisme Jangan Kebablasan)

Ibaratnya, TNI punya akal, mata, telinga, kaki dan tangan, tapi seperti 'diikat' atau 'dipenjara' oleh Undang-Undang di dalam konteks keamanan dan pertahanan negara. Kedua, Harits mencontohkan kasus pengejaran kelompok Santoso Abu Wardah di Poso, Sulawesi Tengah.

Menurut dia, nuansa ego sektoral sangat kental dalam Operasi Camar Maleo I, II dan Tinombala. "Harusnya publik bisa berpikir kenapa perburuan Santoso cs berlarut-larut? Penyelesaian Poso sangat terkesan adanya ego sektoral begitu kuat. Negara menyelesaikan Poso lebih condong seperti mengelola proyek keamanan dengan segala keuntungannya," ujar Harits.

Ketiga, menurut Harits penindakan hukum pelaku terorisme oleh Polri juga kerap terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Perkara tewasnya Siyono oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di Klaten menjadi kunci kotak pandora atas persoalan itu.

Harits mengatakan, Polri pun harus jujur terhadap penanganan perkara orang-orang terduga terorisme selama 10 tahun terakhir terkait berapa orang yang tewas di luar proses hukum.

"Sudah lebih dari 130 orang. Berapa yang mengalami kekerasan fisik dan verbal ketika ditindak dan disidik? Hampir 90 persen. Belum lagi perlakuan tidak sehat terhadap keluarga orang yang ditindak. Diintimidasi, dan pembunuhan karakter kerap terjadi," ujar Harits.

Di kemudian hari, fenomena tersebut secara laten membuat banyak orang justru terjerumus dalam ideologi radikal bahkan akhirnya melahirkan dendam ideologi sehingga menyebabkan aksi terorisme malah semakin meningkat.

Harits mengatakan, jika TNI dilibatkan dalam penanggulangan terorisme, harus dibentuk dewan pengawas yang betul-betul independen dan berintegritas demi mengontrol mulai dari hulu hingga hilir sepenuhnya.

(Baca: Draf Revisi UU Antiterorisme Dinilai Menambah Kekuasaan Negara secara Berlebihan)

Dengan demikian bisa meminimalisasi kekawatiran adanya pelanggaran HAM dan sebagainya. "Jadi, soal terorisme tidak perlu menjadi domain dari Polri saja, keterlibatan TNI hanya perlu dibuatkan regulasi yang tepat dan availible agar tidak kontraptoduktif kedepannya," ujar Harits.

Pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme yang disebut diatur dalam RUU Antiterorisme jadi polemik. Banyak kalangan menolak TNI dilibatkan untuk memerangi terorisme di dalam negeri. 

Kompas TV Santoso Diduga Tewas, JK Apresiasi Kinerja Satgas

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

Nasional
Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Nasional
3 Cara Isi Saldo JakCard

3 Cara Isi Saldo JakCard

Nasional
Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Nasional
Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan 'Amici Curiae', Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan "Amici Curiae", Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com