JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Eddyono mengimbau Mahkamah Agung (MA) tak mengebiri proses peninjauan kembali (PK) yang tengah diajukan para terpidana mati gelombang ketiga.
Hal tersebut berkaca pada kasus Zainal Abidin, terpidana mati dalam eksekusi gelombang kedua yang PKnya ditolak dalam waktu singkat. Padahal Zainal telah mengajukan berkas PKnya sejak 2005.
"Waktu eksekusi 29 April 2015 MA menolak pengajuan PK Zainal dalam waktu tiga hari. Jadi MA menerima berkas 24 April dan memutus untuk menolak PKnya pada 27 April," tulis Supriyadi dalam keterangan persnya, Selasa (26/7/2016).
(Baca: Anggota Komisi III: Penundaan Eksekusi Mati Kesankan Indonesia Tak Darurat Narkotika)
Supriyadi mengatakan putusan PK Zainal itu merupakan rekor waktu tercepat pemeriksaan dan pengumuman putusan yang pernah dilakukan MA. Terlebih saat itu Zainal telah dipindahkan ke ruang isolasi pada saat PKnya sedang diperiksa.
Putusan penolakannya pun baru dibacakan dua hari sebelum eksekusi mati. "Itu menunjukan proses yang janggal, tidak dapat diterima, dan sewenang-wenang," papar Supriyadi.
Dengan demikian Supriyadi mengindikasikan MA sengaja memutus PK Zainal dengan cepat dan tidak wajar untuk memuluskan eksekusi mati yang akan dihadapi Zainal.
Hal itu tentu bertentangan dengan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman tepatnya dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang (UU) Kekuasaan Kehakiman.
Pasal tersebut menyatakan peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Menurut Supriyadi tindakan MA memutus untuk semata memuluskan eksekusi mati bertentangan dengan asas ini. Karena lewat tindakannya tersebut MA sama sekali tidak melihat kepentingan keadilan bagi Zainal yang bahkan permohonan PKnya terselip selama sepuluh tahun dan baru diproses lima hari menjelang eksekusi matinya.
Supriyadi pun mengusulkan agar Komisi III DPR turut mengawasi kinerja MA dalam mengeluarkan putusan PK terhadap terpidana mati gelombang ketiga. Menurut dia bila perlu Komisi III memanggil MA untuk menjamin lembaga tertinggi peradilan itu mengeluarkan putusan yang adil.
"Kami ingatkan MA agar tak mengulang kisah Zainal terhadap terpidana mati gelombang ketiga yang tengah mengajukan PK agar PKnya diputus secara adil dan tidak dikebut," lanjut Supriyadi.
(Baca: Siap Eksekusi Mati, Polri Tunggu Kepastian Tanggal dari Kejagung)
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, persiapan di lapangan terkait eksekusi mati tahap tiga terhadap terpidana mati kasus narkoba sudah rampung. Eksekusi akan dilakukan di Lapas Nusakambangan, Cilacap.
Pihak kejaksaan sudah menyiapkan rohaniawan, regu tembak dan dokter. "Persiapan di lapangan sudah oke," kata Prasetyo di Jakarta, Senin (18/7/2016).
Namun, Prasetyo mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu sejumlah terpidana yang mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam dua gelombang.
Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.