JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih mengatakan, kebiri kimiawi sebaiknya dilakukan dalam perspektif rehabilitasi.
Menurut IDI, jika tujuannya rehabilitasi, hasilnya akan lebih efektif.
Daeng mengatakan, jika dilakukan dalam perspektif hukuman, kebiri kimiawi belum tentu menyembuhkan predator seksual dari kelainan yang dideritanya.
"Jika dilakukan dalam perspektif rehabilitasi justru si predator seksual akan bisa sembuh karena output dari rehabilitasi memang untuk kesembuhan. Kalau perspektifnya hukuman kan tidak ada output kesembuhan," ujar Daeng, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
"Dan jika kebiri kimiawi dilakukan dalam perspektif rehabilitasi, kami dari IDI dengan sukarela jadi eksekutornya," lanjut Daeng.
Daeng mengatakan, menjadikan kebiri sebagai hukuman berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku.
Ia berpendapat, seorang predator belum tentu melakukan kekerasan seksual berdasarkan dorongan libido atau hormonal.
"Kalau ternyata dia melakukan kekerasan seksual bukan atas dorongan libido atau hormonal tetapi tetap dilakukan proses kebiri kimiawi terhadapnya, itu sangat tidak adil dan melanggar etik kedokteran," kata Daeng.
Dalam etika kedokteran, lanjut dia, seorang dokter dilarang mengubah kondisi fisik pasien yang sudah normal ke kondisi yang abnormal.
"Kalau dalam konteks hukuman kan semua dipukul rata. Bisa jadi orang yang memerkosa bukan karena kelainan hormon tetapi malah dihukum kebiri. Padahal secara hormon dia tidak berlebih. Itu namanya mengubah kondisi fisik yang normal ke abnormal dan itu melanggar etika kedokteran," papar Daeng.
Dia menambahkan, belum tentu pula orang yang dihukum kebiri serta-merta akan sembuh dari kelainan seksual karena kelainan seksual bisa dipicu oleh hormon atau kejiwaan.
"Kalau dia terlanjur sudah dihukum kebiri padahal yang membuat dia kelainan dari aspek kejiwaan, bukan dari hormonal, kan malah enggak sembuh," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.