JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohamad mengatakan, penyanderaan oleh kelompok bersenjata asal Filipina, Abu Sayyaf, tak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga negaranya.
Ia menilai, penyanderaan seperti ini sebenarnya tidak akan terulang apabila permintaan uang tebusan dari kelompok Abu Sayyaf tidak dipenuhi.
"Kalau kita bayar (uang tebusan), kita artinya meluruskan penculikan yang mereka lakukan," kata Mahatir ditemui usai mengisi orasi ilmiah di acara Dies Natalis ke-17 Universitas Bung Karno di Balai Kartini, Jakarta, Senin (24/7/2016).
Karena itu, Mahathir menilai, Malaysia dan Indonesia yang kini warganya sama-sama disandera oleh kelompok Abu Sayyaf tak perlu membayar uang tebusan yang diminta.
Apalagi jika uang tebusan yang akan dibayarkan itu berasal dari kas negara.
Ia menyarankan agar kedua negara sama-sama memperkuat sistem pertahanan dan keamanan, khususnya di wilayah perbatasan yang rawan terjadi perompakan.
"Kalau kita punya sistem pertahanan dengan alat canggih kita boleh mengurangi kemungkinan rakyat kita diculik oleh Abu Sayyaf. Uang (tebusan) itu bisa digunakan untuk pertahanan kita saya pikir," ucap Mahatir.
Kapal pukat tunda LD/114/5S milik perusahaan asal Malaysia, Chia Tong Lim, menjadi sasaran kelompok Abu Sayyaf pada 9 Juli lalu.
Sejumlah warga negara Malaysia dan tiga warga negara Indonesia menjadi korban penyanderaan dan hingga kini belum berhasil dibebaskan.
Sebelumnya pada 20 Juni, tujuh WNI anak buah kapal tugboat Charles 001 juga disandera sejak 20 Juni dan belum berhasil dibebaskan hingga saat ini.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan pada Rabu (20/7/2016) lalu memastikan sepuluh warga negara Indonesia yang disandera Abu Sayyaf dalam keadaan sehat dan baik.
Luhut menegaskan, pemerintah terus berupaya membebaskan sepuluh WNI itu. Menurut dia, tujuh WNI dan tiga WNI yang disandera dalam waktu yang berbeda, saat ini masih dalam posisi terpisah.
Pemerintah masih mengupayakan negosiasi agar tidak ada korban jiwa. Terakhir, pemerintah sudah meminta bantuan tokoh politik setempat, yakni Nur Misuari, kepala Front Liberal Nasional Moro (MNLF).