JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas mengatakan pihaknya akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Kebakaran Hutan.
Selain menindaklanjuti permasalahan kebakaran hutan dan lahan, panja tersebut juga akan membahas mengenai pemberian Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan.
Panja tersebut, kata Supratman, rencananya akan mulai dibentuk usai masa reses.
"Nanti akan kami tindak lanjuti seperti apa problemnya. Mungkin nanti setelah reses. Agustus, lah," ujar Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
(Baca: Fadli Zon: Pemberian SP3 Perusahaan Pembakar Hutan Jangan karena Lobi)
Ia pun menegaskan pemerintah harus konsisten dengan janji awal akan menindak tegas pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan dan lahan.
"Pemerintah harus konsisten. Masalahnya di situ," tutur Politisi Partai Gerindra itu.
Sebelumnya kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau.
(Baca: Polri Terbuka jika Ada yang Gugat Penghentian Kasus Kebakaran Hutan Riau)
Adapun kelima belas perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI).
Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama.
(Baca: Walhi: Dalih Tidak Cukup Bukti untuk Hentikan Kasus Pembakaran Hutan Tak Beralasan)
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar sebelumnya menegaskan, pihaknya memiliki alasan yang kuat untuk menghentikan penyidikan kasus kebakaran hutan yang melibatkan sebelas perusahaan di Riau.
Jika ada pihak yang merasa keberatan, kata Boy, Polri terbuka dengan perlawanan tersebut.
"Kalau masyarakat merasa ada yang dirugikan, gugat saja keputusan itu. Terbuka kok, ada praperadilan. Kalau memang itu dinilai sesuatu yang tidak patut," kata Boy di Mabes Polri, Kamis (21/7/2016).