JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa rumah sakit swasta memilih menggunakan vaksin impor daripada vaksin buatan PT Bio Farma yang diproduksi di dalam negeri, meski berisiko terjadi kelangkaan. Rumah sakit swasta dinilai memiliki pertimbangan sendiri dalam menentukan produsen vaksin.
"Kadang yang impor diperlukan juga, misal rumah sakit swasta, impor kan biasanya lebih mahal, barangkali ada faktor gengsi juga di situ," ujar Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, Bambang Supriyanto, dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
(Baca: Ini 14 Rumah Sakit yang Pakai Vaksin Palsu)
Selain itu, menurut Bambang, terkadang rumah sakit swasta memilih vaksin impor karena mengurangi efek samping yang ditimbulkan. Misalnya, vaksin impor tidak menimbulkan demam pada anak.
Sementara, vaksin buatan PT Bio Farma sedikit menimbulkan demam. Padahal, kualitas dan manfaat yang dihasilkan sama.
"Ini yang sering disalahartikan, semua bisa menimbulkan efek samping, tapi persentasenya memang berkurang (yang vaksin impor)," kata Bambang.
(Baca: Anggaran Vaksin hingga Rp 1,2 Triliun, Kemenkes Bantah Isu Kelangkaan)
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes yang juga Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu, Maura Linda Sitanggang mengatakan, terdapat sedikit perbedaan dalam kandungan vaksin buatan Bio Farma dan vaksin impor.
Menurut Linda, vaksin buatan Bio Farma menggunakan bahan khusus yang secara teknis disebut whole cell. Sementara, vaksin impor menggunakan aselular, atau sel-sel tertentu.
Linda mengatakan, untuk vaksin dengan aseluler, panas pada anak lebih kecil, sehingga mengurangi efek demam pada tubuh. Meski demikian, vaksin dengan whole cell menimbulkan antibodi, atau daya tahan tubuh lebih tinggi.
"Itu biasa, itu pilihan, tapi semuanya memenuhi kualitas mutu dan keamanan, karena teregister," kata Linda.