JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi I menyoroti sejumlah isu krusial yang menjadi fokus dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Wakil Ketua Komisi I, Hanafi Rais menuturkan, isu pertama adalah terkait digitalisasi media yang jika berlaku maka akan terjadi proliferasi televisi.
Saat era digitalisasi media kian meluas, kata dia, pengawasan terhadap isi siaran menjadi lebih rumit. Apalagi jika mengacu pada sumber daya KPI saat ini.
"Implikasi terhadap digitalisasi isi siaran menjadi hal yang semua komisioner juga sadar dan tadi dipertajam oleh teman-teman Komisi I," tutur Hanafi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2016).
(Baca: Calon Komisioner KPI Ini Usulkan Ada Klinik Etika Penyiaran untuk Artis)
Poin lain adalah mengenai konten iklan politik dan iklan produk-produk yang berkaitan dengan kesehatan yang selama ini belum dibatasi secara tegas, bahkan tanpa pelarangan.
"Ini nanti menjadi fokus di KPI berikutnya supaya ada ketegasan terkait iklan-iklan semacam itu," kata dia.
Lalu, soal kepemilikan media televisi, radio dan koran. Kepemilikan silang tersebut, lanjut dia, juga perlu diatur dalam regulasi, baik dalam Undang-Undang Penyiaran maupun diterjemahkan oleh KPI.
Salah satu isu yang paling disorot sesi uji kepatutan dan kelayakan adalah berkaitan surat izin perpanjangan siar 10 televisi swasta yang berakhir pada akhir tahun ini.
Menurut Hanafi, Komisi I menekankan bahwa izin stasiun televisi sebaiknya jangan terus diperpanjang. Apalagi, kata dia, jika melihat kondisi saat ini yang banyak terjadi pelanggaran terhadap etika jurnalistik maupun Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) terus terjadi.
"Kalau banyak pelanggaran tapi izin diberikan apa gunanya ada peraturan? Kami ingin itu jadi perhatian khusus dan ada ketegasan terkait perpanjangan izin dengan kualitas konten," ucap Politisi Partai Amanat Nasional itu.
Komisi I pun meminta agar KPI periode 2016-2019 nantinya bisa bekerja berdasarkan regulasi, baik Undang-Undang maupun P3SPS.
Diharapkan, KPI sebagai lembaga independen pun jika bertemu dengan lembaga penyiaran yang berkaitan dengan politik atau berafiliasi dengan politik mampu menegur atau memberi penalti.
"Karena di UU Penyiaran nanti KPI akan kamu beri senjata yang lebih kuat berupa mekanisme seperti denda sampai pembatalan izin frekuensi penyiaran. Selama ini belum ada, cuma imbauan-imbauan saja," tuturnya.
(Baca: Calon Komisioner KPI Juga Soroti Minimnya Siaran TV Lokal)
Sebanyak 27 orang berupaya untuk memikat hati anggota Komisi I DPR. Mereka akan memperebutkan sembilan kursi komisioner Komisi Penyiaran Indonesia.
Sembilan nama itu akan menggantikan komisioner KPI periode 2013-2016 yang habis masa tugasnya pada 27 Juli 2016.
Uji kelayakan dan kepatutan bagi 27 calon komisioner tersebut dibagi menjadi lima kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari lima calon. Adapun pada hari pertama, DPR menguji tiga kelompok calon komisioner. Fit and proper test berlangsung selama dua hari, sejak kemarin, Senin (18/7/2017) hingga hari ini.