JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan bahwa selama ini kepolisian selalu melakukan evaluasi terkait penanganan terorisme oleh Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Antiteror.
Tito menegaskan, upaya pemberantasan terorisme oleh satuan Densus 88 dilakukan berdasarkan pendekatan penegakan hukum dan sesuai dengan prosedur ketetapan yang berlaku.
"Selama ini kami sudah lakukan evaluasi penanganan terorisme dan apresiasi cukup banyak dari banyak pihak," ujar Tito seusai silaturahim Idul Fitri 1437 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Senin (18/7/2016).
"Kami gunakan pendekatan penegakan hukum sesuai prosedur yang berlaku," kata dia.
Tito juga menuturkan, anggaran pemberantasan terorisme yang dimiliki oleh Polri selalu diaudit secara detail oleh Badan Pemeriksa Keuangan setiap dua sampai tiga bulan.
Hasil yang dikeluarkan oleh BPK pun, kata Tito, wajar tanpa ada catatan.
Dia juga menampik kabar bahwa selama ini Densus 88 telah menerima anggaran pemberantasan terorisme dari luar negeri.
Menurut Tito, anggaran yang digunakan Densus 88 telah dipertanggungjawabkan secara jelas dan bersumber dari pemerintah.
"Soal anggaran, itu sudah diperiksa oleh BPK secara detail 2-3, baik di BNPT maupun Densus 88. Hasilnya wajar tanpa pengecualian, tanpa catatan apa pun. Artinya, tidak ada masalah dan tidak ada anggaran dari luar negeri seperti apa yang disampaikan," ucapnya.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) resmi membentuk Tim Evaluasi Pemberantasan Terorisme.
Tim yang beranggotakan 13 orang ini akan memberikan evaluasi terkait upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88.
Komisioner Komnas HAM Hafid Abbas mengatakan, tim ini terbentuk sesuai amanat Undang-Undang HAM No 39/1999 dan sejumlah undang-undang terkait lainnya.
Selain itu, juga panduan penanganan terorisme yang dipublikasikan oleh Dewan I-HAM PBB (Fact Sheet No 32) yang menekankan bahwa penanganan terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip universal hak asasi manusia meskipun seseorang telah diduga sebagai teroris.
(Baca: Komnas HAM Resmi Bentuk Tim Evaluasi Penanganan Terorisme)
"Tim ini terbentuk sesuai mandat, tujuannya memberikan evaluasi terkait penanganan terorisme apakah sudah sesuai dengan prinsip penegakan moralitas hukum, prinsip penegakan hak asasi manusia, prinsip kejujuran, serta transparansi proses penanganan terorisme itu sendiri," ujar Hafid di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (15/7/2016).