JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyesali terjadinya penyanderaan anak buah kapal oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf. Ia menilai penyanderaan yang berulang kali terjadi telah di luar batas kewajaran.
Said mengibaratkan penanganan warga negara Indonesia yang disandera dengan seekor keledai. Kata dia, di lubang yang sama, keledai tidak akan jatuh dua kali.
"Maaf kalau kami menggunakan kata-kata kasar seperti keledai jatuh di lubang dua kali tidak akan terjadi. Ini empat kali orang disandera itu seperti 'super keledai'. Di mana negara?" kata Said dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Menurut Said, KSPI dan serikat buruh lainnya menilai pemerintah tidak berdaya dalam upaya penyelamatan WNI. Selain itu, pemerintah juga tidak berbuat apa pun dalam pencegahan penyanderaan ABK.
(Baca: Anggap Abu Sayyaf Keterlaluan, Panglima Tegaskan TNI Siap Masuk Filipina)
Said mengatakan, ABK juga merupakan buruh yang dilindungi oleh konstitusi. Ia menyatakan kewajiban pemerintah melindungi buruh diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan juga oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Di mana Menteri Tenaga Kerja? Ini bukan hanya tugas Menteri Luar Negeri, Panglima TNI," ujar Said.
KSPI bersama serikat buruh lain akan menggelar aksi di Kedutaan Besar Filipina besok, Kamis (14/7/2016) pukul 10.00 WIB. Aksi tersebut terkait pembebasan warga negara Indonesia yang disandera oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina.
Selain aksi ke Kedutaan Besar Filipina, para buruh akan melanjutkan aksinya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
(Baca: Kelompok Penculik 3 WNI di Malaysia Minta Tebusan 200 Juta Peso)
Tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, negara bagian Malaysia. Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.
Sebelum penyanderaan tiga WNI, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan. Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.
Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.