JAKARTA, KOMPAS.com - Panitera Pengadilan Jakarta Pusat Rohadi yang menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara mengajukan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Pusat.
Kuasa Hukum Rohadi, Tonin Tachta Singarimbun, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyalahi kewenangan dalam menangkap hingga menjadikan kliennya sebagai tersangka.
Tonin menjelaskan, setidaknya ada lima materi gugatan yang menjadi dasar praperadilan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
"Terkait dengan penangkapan, penetapan sebagai tersangka, penahanan, pengeledehan, serta yang utama yakni kewenangan KPK untuk menangkap Rohadi sebagai seorang panitera pengganti di pengadilan," ujar Tonin di PN Jakpus, Selasa (12/7/2016).
(Baca: Ini Alasan Panitera Kasus Saipul Jamil Ajukan Praperadilan ke PN Jakpus)
Menurut Tonin, kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan KPK diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang KPK yang di dalamnya diurai beberapa poin:
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Terkait poin a, menurut Tonin, Rohadi hanyalah seorang panitera pengadilan. Rohadi bukanlah aparat penegak hukum, serta penyelenggara negara atau pihak yang terkait dengan perbuatan penyelenggara negara atau aparat penegak hukum.
"Nah ini yang akan kami tanya ke KPK nanti dalam persidangan, Pak Rohadi ini masuk yang mana," kata Tonin. Kemudian, jika disebut sebagai orang lain yang turut terlibat dalam korupsi oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, maka semestinya tidak hanya Rohadi yang ditetapkan sebagai tersangka.
Harus ada aparat penegak hukum yang semestinya ikut ditetapkan sebagai tersangka. Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang lagi selain Rohadi. Mereka adalah, dua orang pengacara Saipul Jamil, Bertanatalia dan Kasman Sangaji.
Kemudian, kakak Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah. Terkait poin b, tonin juga mempertanyakan makna meresahkan dalam pasal tersebut.
"Ini meresahkan masyarakat enggak? Orang kita juga tidak tahu. Tahunya dari mana? Tahunya dari media," kata dia.
Sementara poin c, lanjut Tonin, operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Rohadi senilai Rp 250 juta.
"Sampai enggak satu miliyar? Mencapai satu miliyar? Kalau enggak, maka seperti pak Rizal Ramli katakan, KPK janganlah seperti polsek, katanya. Bukan maksud mengecilkan polsek. Artinya, perampok kecil lah kalau hanya itu yang dikerjakan," kata Tonin.
(Baca: Perwakilan KPK Tak Hadir, Sidang Praperadilan Panitera PN Jakut Rohadi Ditunda 2 Pekan)
Kasus suap yang menyeret Rohadi terkait perkara tindak pidana percabulan dengan terdakwa pedangdut Saipul Jamil.
Menurut KPK, suap tersebut diberikan agar majelis hakim memberikan vonis ringan bagi Saipul Jamil.
Saipul menginginkan agar hakim memberikan vonis yang lebih kecil dari tuntutan jaksa selama 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Hasilnya, Saipul hanya divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim di PN Jakarta Utara.
Rohadi selaku penerima suap disangka melanggar Pasla 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomer 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomer 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.