JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan, keberhasilan implementasi UU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty bergantung pada pemerintah.
Jika cekatan mengajak pengusaha mengembalikan uang dari luar negeri ke Indonesia, pemerintah akan mendapat dana segar untuk pembangunan.
Sebaliknya, hasil akan negaif jika pemerintah tidak betul-betul memanfaatkan peluang pada UU tersebut. "Apakah jumlah (uang yang didapat negara dari Tax Amnesty) besar atau tidak, tergantung pada efektivitas kinerja pemerintah," ujar Zulkifli saat ditemui di Kantor DPP PAN, Jalan Senopati, Jakarta Selatan, Sabtu (2/7/2016).
(Baca: Jokowi: "Tax Amnesty" Bukan Pengampunan Bagi Koruptor!)
"Kalau pemerintah gesit, Dirjen Pajak gesit, mungkin akan banyak (pengusaha) yang ikut. Tapi kalau pemerintah dan Dirjen Pajak enggak bisa meyakinkan, belum tentu masuk banyak," lanjut dia.
Termasuk soal pemerintah harus meyakinkan pengusaha yang mendeklarasikan hartanya dari luar negeri tidak akan dikenakan sanksi pidana atau administrasi. Bahkan, seharusnya pemerintah menjamin hal itu tidak terjadi.
"Bisa enggak meyakinkan publik bahwa uang dia aman di Indonesia, tahun depan enggak dikoyok-koyok. Ini kan soal kepercayaan. Kalau orang percaya, yakin, dia akan lapor. Tapi kalau dia takut dipermasalahkan, dia tak akan lapor," ujar Zulkifli.
Saat ditanya optimismenya atas keberhasilan UU itu, Zulkifli enggan menjawab. Dia kembali menyebut, semua itu bergantung pada kerja pemerintah.
(Baca: Jokowi Minta Pengusaha Tak Waswas Manfaatkan "Tax Amnesty")
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PAN itu menambahkan, meski menyebabkan ketidakadilan, UU Tax Amnesty sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
"Ya enggak adil. Orang rajin bayar, 10 persen. Tapi yang ngemplang, yang enggak bayar-bayar malah dikasih diskon. Tapi ini sangat dibutuhkan. Uang itu untuk menambal bolongnya anggaran kita. Hampir Rp 180 triliun," ujar Zulkifli.