Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Pertanyakan Tolok Ukur Komnas HAM soal Pelanggaran Kebebasan Beragama

Kompas.com - 02/07/2016, 08:21 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai selama ini pemerintah tidak pernah membatasi masyarakat untuk memeluk agama.

Kalau pun terdapat aturan yang mengatur kehidupan beragama, aturan tersebut dibuat untuk megharmonisasi antara kehidupan umat beragama satu dan umat beragama lain.

“Bahwa kemudian ada konflik-konflik di daerah tertentu soal itu, itu justru karena ada aturan dan pegangan untuk mengatur sesuatu dengan baik,” kata Kalla di Kantor Wapres, Jumat (1/7/2016).

Kalla menanggapi laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menyebut kasus pelanggaran kebebasan beragama naik dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Dalam laporannya, setidaknya terdapat 11 kasus pelanggaran yang dimonitor Komnas HAM.

 

(Baca: Ini 11 Kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan 3 Bulan Terakhir)

Kendati demikian, Wapres justru mempertanyakan tolok ukur yang digunakan Komnas HAM dalam mengkategorikan kasus pelanggaran kebebasan beragama di daerah.

“Karena di Indonesia tidak ada aturan apa pun yang menghalangi orang untuk mengurangi kebebasan beragama. Enggak ada. Malah kita di dunia ini sebagai negara paling toleran dalam hal beragama,” ujarnya.

Ia menambahkan, Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas telah mengatur kebebasan masyarakat dalam memeluk agama. Selain itu, keberadaan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri justru telah menjadi pedoman bagi masyarakat dalam mengatur kehidupan beragama.

Sekalipun keberadaan SKB tersebut seringkali dipersoalkan sejumlah kelompok.

“Menurut saya ya memang ada masalah-masalah sedikit soal masjid, Syiah atau Ahmadiyah, atau pun soal pembangunan rumah ibadah yang dipandang masyarakat tidak seusai dengan SKB. Justru SKB itu ada untuk memberikan harmonisasi,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM menyatakan pengaduan soal kebebasan beragama dan berkeyakinan setiap tahunnya terus meningkat.

(Baca: Komnas HAM: Aduan Kebebasan Beragama Meningkat Setiap Tahun)

"Setiap tahunnya pengaduan kasus KBB itu terus meningkat," kata tim ahli koordinator Desk KBB Komnas HAM, Jayadi Damanik, Selasa (31/5/2016), seperti dikutip Antara.

Ia menyebutkan, banyaknya pengaduan itu membuat timnya dalam Desk KBB Komnas HAM, keteteran hingga dalam memberikan tanggapan sering lamban.

Ketua Komnas HAM M Imdadun Rahmat menyebutkan, pihaknya menganggap kasus KBB itu merupakan masalah serius negara terkait pluralitas.

Kompas TV Hukuman Kebiri Dianggap Melanggar HAM

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com