Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Tak Setuju jika Dana Optimalisasi Dihapus dari APBN

Kompas.com - 01/07/2016, 23:24 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla tak setuju apabila dana optimalisasi dihapuskan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebelumnya, dana ini ditengarai menjadi lahan bancakan anggota DPR oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut Kalla, dana optimalisasi merupakan dana yang biasa terdapat di dalam APBN maupun APBN-P. Dana tersebut berasal dari perubahan asumsi makro, kenaikan target pendapatan negara, atau efisiensi belanja negara.

"Tidak berarti ada kasus seperti itu (dana optimalisasi) langsung dihilangkan, tidak, karena itu hanya cara pembahasan anggaran biasa saja sebenarnya," kata Kalla di Kantor Wapres, Jumat (1/7/2016).

"Nanti kalau ada penyelewengan (pada dana lainnya, misalnya), ya semua anggaran bisa dihapus," kata dia.

(Baca: Dana Optimalisasi Menjadi Bancakan)

Menurut Kalla, yang terpenting adalah penggunaan dana optimalisasi harus digunakan seoptimal mungkin sesuai dengan peruntukannya. Di samping itu, penggunaan dana tersebut harus merujuk pada mekanisme yang telah diatur di dalam UU.

"Jadi harus melalui tender yang benar, harus lewat perencanaan yang benar. Apa pun semua dana. Bukan hanya dana optimalisasi," ujar dia.

KPK sebelumnya mengusulkan agar dana optimalisasi dihapuskan dari APBN karena ditengarai jadi lahan bancakan anggota DPR. Sejumlah legislator diduga jadi makelar dengan dalih memperjuangkan dana itu untuk proyek tertentu.

Dana optimalisasi yang dalam APBN Perubahan 2016 besarnya Rp 58,36 triliun merupakan dana yang berasal dari perubahan asumsi makro, kenaikan target pendapatan negara, atau efisiensi belanja negara.

(Baca: KPK Temukan Sejumlah Celah Potensial Korupsi dalam Dana Optimalisasi)

Dana itu biasanya dipakai untuk tambahan belanja kementerian dan lembaga negara serta belanja transfer daerah.

Proyek yang "diatur" anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, I Putu Sudiartana, yang ditangkap KPK pada Selasa (28/6/2016) lalu ditengarai dibiayai dari dana optimalisasi. Proyek itu adalah 12 ruas jalan di Sumatera Barat senilai Rp 300 miliar.

Dalam "upaya" mengatur kasus ini, Putu yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK diduga menerima suap Rp 500 juta.

(Baca: Kronologi Penangkapan Politisi Demokrat I Putu Sudiartana oleh KPK)

Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Kamis (30/6/2016), menuturkan, sudah ada beberapa contoh kasus korupsi yang memanfaatkan dana optimalisasi.

Misalnya, kasus bekas anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, yang ditangkap KPK pada Januari 2016 karena menerima suap terkait proyek jalan di Maluku.

Mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wa Ode Nurhayati, menerima suap karena mengupayakan beberapa kabupaten masuk dalam daftar penerima alokasi dana penyesuaian infrastruktur daerah tahun 2011.

Kompas TV KPK Tangkap Tangan Politisi Partai Demokrat (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com